Kamis, 31 Oktober 2019

Pilah Pilih Hunian Di Jabodetabek



Bekerja dan menetap dalam jangka waktu panjang di Jakarta pasti akan memerlukan sebuah rumah untuk tempat tinggal. Namun, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa milenial sekarang sudah tak mampu membeli rumah di Jakarta. Hal itu benar terjadi karena harga rumah komersial di Jakarta sudah sangat mahal. Adapun rumah subsidi yang disediakan pemerintah, syaratnya sangat banyak bahkan sampai antre untuk mendapatkannya. Ada pula yang menyebutkan gaya hidup milenial yang terlalu berfoya-foya membuat mereka sulit untuk mendapatkan rumah di Jakarta. Semakin konsumtif, maka tabungan mereka pun semakin sedikit. Hal ini membuat kemampuan mereka untuk memperoleh rumah semakin rendah. Bisa juga gaya hidup konsumtif mereka dipengaruhi oleh suatu kepasrahan karena harga rumah yang sangat tinggi.

Sebagai generasi milenial yang sudah merantau di Jakarta sejak 3 tahun yang lalu, membuat saya berkeinginan untuk memiliki rumah di Jakarta. Sudah sejak beberapa bulan ini, saya mulai menimbang-nimbang untuk menentukan rumah. Apakah rumah vertikal atau rumah tapak serta pilihan apakah di pusat Jakarta atau di luar Jakarta. Hal itu tentu saya pertimbangkan dengan kemampuan finansial dan banyaknya aktivitas di tempat saya bekerja.

Dalam mempertimbangkan itu semua, tentu saya tidak melakukannya sendiri. Ada beberapa pendapat teman yang saya minta. Ada dua pendapat yang cukup bertolak belakang, yaitu apartemen di Jakarta atau rumah tapak di luar Jakarta. Kedua pilihan itu cukup memusingkan saya juga. Hal inilah yang perlu ditimbangkan baik-baik secara ekonomi. 

Rumah Tapak Di Luar Jakarta

Kenikmatan memiliki rumah yang menapak di atas tanah sudah terpatri oleh seluruh orang Indonesia. Hal ini wajar sekali karena Indonesia dihadiahi tanah yang luas sekali sehingga mudah untuk membangun apa saja. Namun, harga pasar tetap berlaku. Semakin dekat dengan pusat kota maka harga tanah akan semakin mahal, begitu pula sebaliknya. Hal ini terbukti dengan gairah pembangunan rumah di wilayah pinggiran Jakarta oleh pengembang swasta maupun BUMN. Untuk rumah sederhana hingga menengah hanya dipatok 500 juta ke bawah. Tentu ini sangat menjangkau para milenial. Tak perlu khawatir, akses menuju ke sana tidak seperti menjelajahi hutan belantara. Commuterline sudah menjangkau wilayah pinggiran. Begitu pula dengan jalan tol yang membuat banyak angkutan umum bisa lebih mudah menuju Jakarta.

Dibalik kenikmatan murahnya harga rumah tentu perlu diimbangi dengan ongkos akses yang bisa dibilang lebih mahal. Meskipun harga tiket commuterline dan Trans Jakarta yang menjangkau wilayah pinggiran itu cukup murah. Namun, ada ongkos ojek online yang harus dibayar menuju atau dari statiun/halte. Belum lagi harus berebutan dengan penumpang lainnya. Waktu perjalanan bisa jadi jauh lebih panjang. Banyak energi yang terbuang dan waktu untuk bertemu keluarga pun menjadi lebih sedikit. Jika tidak kuat, mungkin kita bisa sakit dan ada biaya kesehatan yang perlu disiapkan.

Apartemen Di Dalam Jakarta

Harga rumah di Jakarta memang sangat gila-gilaan. Harga di bawah 500 juta, kita hanya bisa dapat apartemen tipe studio yang sangat tidak layak untuk hidup berkeluarga. Jika menginginkan tipe 1 kamar perlu menambah kocek sekitar 100 juta, apalagi tipe 2 kamar perlu menambah sekitar 200 juta. Walhasil hanya tipe studio saja yang bisa terjangkau.

Memiliki apartemen yang dekat dengan kantor memang sangat menguntungkan. Khususnya biaya transportasi dan kesehatan bisa diminimalisir. Namun, biaya service bulanan apartemen itu harganya cukup mahal juga. Hal inilah yang menjadi keraguan bagi orang yang mau tinggal di apartemen. Belum lagi banyak fasilitas yang harus di-share bersama penghuni lainnya, namun fasilitas tersebut memang tidak akan didapatkan jika membeli rumah tapak, seperti kolam renang, parkir, dan lainnya.

Jadi...

Pilhan tersebut memang tergantung kebutuhan kita. Saya pribadi, lebih memilih apartemen di dalam Jakarta. Ongkos transport akan saya alokasikan ke biaya service apartemen. Saat ini saya pun masih tinggal sendiri jadi belum terlalu butuh rumah yang cukup luas. Apabila saya mempunya kemampuan yang lebih, tentu saya kan mencari rumah yang lebih luas untuk keluarga saya nanti dan apartemennya dapat menjadi aset untuk disewakan. Satu hal yang cukup penting adalah pilihlah pengembang apartemen  yang bagus. Umumnya, pengembang akan menentukan pula siapa pengelolanya. Pengembang yang baik akan memilih pengelola yang baik pula. Pengelola yang baik akan membawa kedamaian bagi para penghuninya.

Jadi, kamu mau pilih rumah bentuk apa? Di Jakarta atau luar Jakarta?

Senin, 28 Oktober 2019

Barang-barang yang Akhirnya Jadi Sampah



Salah satu godaan jika sedang punya uang adalah berbelanja. Barang yang biasanya diinginkan sebenarnya hanya kebutuhan sesaat. Kebutuhan sesaat dengan ekspektasi  tinggi yang dapat mengubah menjadi sesuatu yang luar biasa. Namun, tidak mau bermodal besar karena masih terpikir rasa kebutuhan sesaat. Alhasil, lebih memilih barang dengan harga murah tersebut.

Aplikasi marketplace adalah surga dari barang-barang yang saya inginkan tersebut. Berbagai pilihan barang dengan harga murah bisa kita komparasikan antar toko. Tinggal memilih toko mana yang memiliki rating paling tinggi dan harga paling cocok. Namun sayang, banyak barang yang sudah dibeli malah memberikan kekecewaan. Tidak berfungsi, tidak sesuai dengan ekspektasi, cepat rusak, memberikan rasa tidak nyaman, dan masih banyak kekecewaan lain sering saya rasakan. Bahkan bisa dibilang tidak kapok untuk membeli barang-barang tersebut.

Berikut adalah daftar dari barang-barang tersebut.

1. Smartwatch V8

Sudah lama tak memiliki jam tangan, ada rasa ingin memiliki yang baru. Smartwatch adalah salah satu benda yang sangat futuristik pada saat itu. Ditambah lagi fitur yang terkoneksi dengan smartphone membuat sangat ingin untuk dibeli. Namun, budget yang pas-pasan membuat rasa ingin membelinya selalu kandas di tengah jalan. Tak sengaja saat melihat jajaran benda di flash sale yang salah satunya adalah smartwatch. Langsung saya beli tanpa pikir panjang mengenai merknya dengan harga sekitar Rp70 ribu. Sempat melihat produk ini tanpa merk, buatan China, dengan spesifikasi yang cukup menarik pada gambarnya, yaitu ada kameranya dan sensor untuk mendukung aktivitas kesehatan.

Ketika barang sampai, ku harus banyak memaklumi. Apa yang kau harapkan dari smartwatch dengan harga under 100k? Hasil kamera sudah pasti tidak jelas karena resolusinya di bawah VGA. Sensornya tidak ada, jendulan sensor hanya ada pada gambar, tidak ada pada benda aslinya. Touchscreen namun tidak presisi sehingga butuh usaha yang besar untuk dapat menyentuhnya. Notifikasi hanya memunculkan "you have notification" dan tidak dapat membaca apa isi notifikasinya. Secara keseluruhan, ini bukan smartwatch, tapi featured phone yang dibuat dalam bentuk jam tangan.

Kurang lebih 1 minggu saya menggunakan smartphone ini. Menjelang ajal si smartphone, dia mengalami penggemukan di bagian baterai. Mungkin karena overcharge. Baterai yang bisa dilepas itu sampai tidak dapat dipasang kembali karena tidak muat masuk dalam smartwatch. Akhirnya, smartwatch tersebut harus dibuang ke tempat sampah.

2. Bluetooth Speaker

Hobi mendengar musik dan menonton film dengan suara keras melalui laptop, membuat saya menginginkan speaker untuk dikoneksikan dengan laptop. Speaker sekarang memang sudah banyak yang nirkabel, maka dari itu munculah keinginan untuk memilikinya. Bluetooth speaker yang dijual di toko online pada umumnya dijual dengan harga di atas Rp100 ribu. Tak sengaja, saya melihat bluetooh speaker dengan harga Rp45 ribu. Tanpa pikir panjang saya masukan keranjang belanja dan membayarnya menggunakan mobile banking.

Sesampaianya di tangan, muncul rasa kecewa yang sangat besar. Benar-benar hanya bluetooth speaker yang datang, tanpa ada kabel untuk charging. Hal yang membuat tambah jengkel adalah lubang charger-nya bukan micro USB, tapi mini USB untuk ponsel zaman dulu dan saya tidak punya kabelnya. Alhasil, speaker itu tidak dapat digunakan selama seminggu karena saya harus membeli kabel USB yang cocok terlebih dahulu.

Bluetooth speaker akhirnya dapat digunakan. Suaranya bagus, menggelegar, dan keras. Hampir setiap hari saya gunakan untuk mendengarkan musik. Namun, lama kelamaan daya tahan baterainya menurun. Kurang dari 1 jam sudah melemah, akhirnya saya putuskan untuk selalu menghubungkannya ke daya. Kurang dari satu bulan, akhirnya bluetooth speaker tersebut tidak dapat dicharge hingga akhirnya mati total.

3. Heles Harnic HC780 - Sisir Catok Rambut

Kepercayaan saya terhadap produk Heles masih sangat besar, ketika saya membeli catokan pada tahun 2012 lalu. Pada tahun 2017 saya menemukan bahwa Heles punya catokan yang berbentuk sisir. Dengan ekspektasi membuat rambut menjadi lurus dengan sekali sisir, akhirnya saya putuskan untuk membeli sisir catok ini. Dengan harga yang mendekati Rp200 ribu, saya beli walau perlu menunggu cukup lama karena dikirim dari Surabaya.

Hampir seminggu saya menunggu barang ini dengan harapan yang sangat tinggi. Ketika ditancapkan ke listrik dan suhu diatur, saya sudah membayangkan rambut saya akan lurus. Namun, ketika dipakai, helaian rambut saya tidak masuk ke dalam jari-jari sisir. Hal ini mungkin karena rambut saya terlalu pendek dan kaku sehingga sulit untuk disisir, ditambah lagi jari-jari sisir tergolong sangat besar. Hal ini dikarenakan karet pelindungnya yang berfungsi sebagai pelindung agar panas alat tidak terkena kulit kepala. Akhirnya, sisir tersebut hanya tergeletak tidak berguna.

4. Men Comb Straightener

Keinginan memiliki rambut lurus dan rapi muncul kembali. Ketika iklan mengenai sisir catok khusus untuk pria muncul di instagram, langsung saya mencari di aplikasi marketplace. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya memilih dengan harga sekitar Rp60 rupiah. Tidak terpikir ini barang asli atau palsu, padahal sudah jelas kalau harga aslinya sekitar Rp300 ribu. 

Seperti barang lainnya, ekspektasi memiliki rambut lurus rapi sudah di depan mata. Namun kenyataan berkata lain, ketika digunakan tidak membuat rambut lurus, rambut malah panas dan semakin kering. Tanda kekeringan rambut terlihat dari semakin memerahnya rambut. Akhirnya, si alat hanya jadi pajangan saja.

5. Alat Penyedot Komedo

Dua minggu terakhir ini, wajah saya kembali berjerawat yang tidak diketahui penyebabnya apa. Jerawat itu hanya tumbuh di bagian jidat saja. Berawal dari komedo hingga akhirnya membengkak dan berjerawat. Berbagai krim telah dicoba tetap saja komedo-komedo itu muncul. Pernah ada niatan untuk membeli penyedot komedo seharga Rp300 ribu di toko offline langganan. Namun, itu pupus karena teman saya menyarankan beli yang harganya murah karena itu berfungsi dengan baik. Alhasil, saya membeli di online shop dengan harga Rp70 ribu.

Sesampainya di tangan, saya keheranan karena alat ini tidak bisa nyala. Setelah di-charge alat pun masih tetap tak bisa nyala. Namun, ketika sambil di-charge lalu dinyalakan, alatnya berfungsi. Saat saya tanyakan ke tokonya, ternyata alat ini tipe yang memang harus dicolok listrik untuk dapat digunakan. Agak aneh memang, melihat kabel listriknya layaknya charger ponsel yang panjangnya tidak seberapa. Alat ini tidak menyedot secara sempurna. Bahkan di beberapa bagian wajah malah membuat wajah kemerahan bahkan hingga berdarah. Akhirnya, kutaruh alat penyedot komedo itu dan tak digunakan lagi.

Tiga dari lima alat tersebut masih ada, tersimpan rapi tak berguna. Ketika saya memandangi alat tersebut, saya hanya merasakan penyesalan tiada tara. Mengetahui hal tersebut, lebih baik saya membeli di toko terpercaya meskipun harus merogoh kocek 4-5 kali lipatnya tapi itu terjamin. Tidak hanya kelima barang itu saja, tetapi masih ada beberapa barang lain yang saya beli namun tak berguna. Tak perlu saya sebutkan semua karena itu menyakitkan.

Dari sini saya belajar, bahwa lebih baik membeli barang dengan harga yang mahal namun berfungsi dengan baik dan awet dibandingkan dengan yang harganya murah, tak terjamin kualitasnya, dan akhirnya hanya menjadi sampah.

Minggu, 13 Oktober 2019

Nostalgia 12 Ponsel Saksi Perjalanan Hidup




Bagi generasi 90-an akan sangat terasa sekali perkembangan ponsel mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa kini. Kita pasti mengalami masa di mana ponsel berbentuk kotak kaku, layarnya kecil tapi body-nya besar, dan ada antenanya. Hingga dewasa ini, ponsel minim tombol fisik dengan layar yang sangat luas dengan kecanggihan teknologinya. Di sini, saya coba mengenang ponsel-ponsel yang pernah saya miliki. Berikut daftarnya:



Ericsson T10s

Ponsel dengan bentuk kotak, layar kecil, berantena, dan memiliki flip cover menutupi keypad sebenarnya cukup untuk dipakai pada masanya. Fungsinya hanya untuk telepon dan SMS saja, tidak seperti ponsel nokia yang sudah hadir pada saat itu dan memiluiki fitur tambahan seperti games. Ponsel ini saya pakai waktu SD dan digunakan untuk gaya-gaya-an. Tidak sering digunakan untuk menelpon dan SMS. Ponsel ini merupakan secondhand  dari tante yang diberikan pada mama. Namun, anak SD seperti saya ingin juga merasakan punya ponsel sehingga tak jarang saya membawa ponsel ini ke sekolah.

Nokia 3330

Pada awal masuk SMP, saya merengek ingin dibelikan ponsel. Alhasil, papa membelikan ponsel second Nokia 3330. Nokia 3330 ini masih saudara dengan 3315 dengan tambahan fitur yang jauh lebih menarik seperti gambarnya sudah bisa animasi, bisa unduh gambar dan ringtone, dan ada internet GPRS yang tidak pernah digunakan. Saking senangnya dengan ponsel ini, seringkali bermain games hingga baterai habis atau sambil di-charge. Alhasil baterai ponsel ini drop dan cepat habis. Pada saat itu games favorit yang sering dimainkan adalah Snake 2 dan Space Impact. Sayangnya, ponsel ini bertahan kurang dari satu tahun karena kecopetan di angkot.

Sony Ericsson J210i

Hiatus dari perponselan selama 1 tahun lebih, akhirnya di kelas 3 SMP setelah menabung, saya bisa membeli ponsel sendiri. Ya, walaupun hanya Sony Ericsson J210i, ponsel mini yang sudah polyponic dan memiliki infrared untuk bertukar ringtone dan gambar. Walau tanpa kamera, warna silver dari ponsel ini bikin elegan. Pada saat itu, sudah banyak teman-teman yang memiliki ponsel sehingga komunikasi lebih sering via SMS.

Siemens

Pergantian ponsel ke Siemens ini sebenarnya karena tawaran papa untuk tukar tambah. Karena Siemens ini bisa dikatakan lebih canggih dari Sony Ericsson J210i, maka saya pun setuju untuk menukarnya. Untuk tipe, saya lupa. Secara ukuran memang tidak begitu jauh, tapi memorinya jauh lebih besar, dan paling utama ada kameranya. Ya, walaupun kameranya beresolusi VGA, setidaknya ada upgrade dari ponsel sebelumnya.

BenQ Siemens E61

Ponsel ini pun merupakan hasil tukar tambah yang dilakukan dengan ponsel sebelumnya. Hal yang membuat tertarik dengan ponsel ini adalah karena sudah support MP3 dan memiliki slot miniSD. Ponsel ini saya pakai saat kelas 2 SMA. Setiap berangkat ke sekolah pasti sambil mendengarkan musik. Namun sayangnya, ponsel ini tidak digunakan lagi karena tercebur ke bak saat mandi.

Haier

Haier ini merupakan ponsel pendamping pada saat saya masih menggunakan BenQ Siemens. Iming-iming sepupu membuat saya membeli ponsel yang di-bundling dengan Smartfren. Ponsel ini juga dapat digunakan sebagai modem ke laptop dan kita dapat berselancar di dunia maya. Pada saat itu, internet sudah dapat dijangkau dengan mudah walaupun dengan kecepata 200kpbs.

LG L70

Saking sudah tak tahannya ingin mengaktifkan nomor GSM, akhirnya saya minta dibelikan ponsel baru sama papa. Ya walaupun hanya dapat ponsel second setidaknya, nomor GSM sinyalnya lebih baik dibanding dengan nomor CDMA. Saya diberi LG. Ponsel ini berbentuk kotak, memiliki kamera VGA, support MP3 dengan slot microSD, dan ada infrared untuk transfer file. Untuk tipenya, saya sudah lupa.

Blueberry

Pada masa ini, mulai banyak masuknya ponsel China yang meniru ponsel terkenal seperti Blackberry. Salah satunya yang saya pakai adalah Blueberry. Ponsel ini didapatkan papa dari kantor dan akhirnya diberikan pada saya. Blueberry saya pakai untuk menggantikan LG yang tidak bisa dipakai untuk memutar musik karena slot charger yang sekaligus slot handsfree rusak. Blueberry yang saya miliki berwarna putih, dual SIM, ada slot microSD, dan slot audio 2,5mm serta tentunya keypad yang sudah qwerty. Inilah awal mulanya, saya terbiasa dengan qwerty keyboard.

Samsung Corby 2

Setelah menabung, saya memutuskan untuk membeli Samsung Corby 2. Ponsel touch screen yang memiliki kamera 2MP, bluetooh, WI-Fi, dan slot microSD, namun sayang bukan android. Ponsel ini muncul dan saya beli sebelum android booming. Jadi ya, agak cukup menyesal dalam membelinya. Untungnya, pada saat itu Whatsapp belum terlalu populer.

Blackberry Pearl 8230

Kepopuleran BBM dan Whatsapp membuat harus ada ponsel pendamping. Teman-teman kuliah sudah membuat grup WA angkatan yang segala informasi disimpan di sana. Kebetulan papa sudah tidak memakai Blackberry Pearl-nya, akhirnya saya minta dan menggunakannya. Lumayanlan untuk sekedar BBM dan WA.

LG L70

Blackberry Pearl yang semakin lama hanya bertahan 2-3 jam, akhirnya saya memutuskan untuk membeli ponsel baru, yaitu LG L70. Ponsel dengan layar 4,5 inchi, kamera belakang 5MP,  kamera depan VGA, dual SIM, dan masih 3G menjadi ponsel android pertama saya. Saya pakai ponsel ini di tahun ke 3 kuliah. Ponsel ini bertahan selama 3 tahun sampai akhirnya harus jatuh ke becekan yang membuatnya mati untuk selamanya.

Xiaomi Redmi 4x

Tidak  memiliki ponsel di zaman sekarang memang sangat menyulitkan. Setelah LG L70 wafat, perlu ada penggantinya. Saya memilih Xiaomi Redmi 4x karena harganya yang tidak terlalu mahal dan fitunya yang cukup lengkap. Saya membeli ponsel tersebut dengan minjam ke teman, kemudian minjam ke mama untuk membayar hutang ke teman, hingga kahirnya saya bayar ke mama dengan uang gaji yang telat cair. Sampai saat ini, tepatnya 2 tahun lebih saya menggunakan ponsel ini. 

Sabtu, 12 Oktober 2019

Peta Kajian Kerjasama Daerah


Peta Kajian Kerjasama Daerah, itulah judul yang saya ambil dalam tugas Rancangan Aktualisasi dalam Latihan Dasar CPNS Golongan III. Karya ini telah saya presentasikan pada akhir Mei 2019 didepan penguji, mentor, dan coach, serta berhasil membawa kelulusan bagi saya.

Ide awal rancangan aktualisasi ini berasal dari kemampuan saya yang saya kombinasikan dengan tugas dan fungsi di tempat kerja. Perlu diingat bahwa Latsar ini menghasilkan inovasi dalam lingkup bidang atau sub-direktorat dan menekankan nilai-nilai ANEKA sebagai pondasi dasar seorang PNS yang tidak didapatkan oleh PNS masa lalu. Maka dari itu, Peta Kajian Kerjasama Daerah ini akan sangat membantu Bidang Ekonomi Daerah khususnya dalam mengerjakan tugasnya sebagai penyusun kebijakan pengembangan ekonomi daerah.

Peta Kajian Kerjasama Daerah ini juga ternyata memberikan manfaat pada Bidang Sektor Riil yang masih dalam satu lingkup Eselon 2, yaitu Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil. Peta ini dapat menjadi basis data keasdepan sehingga data apapun yang ingin divisualisasikan dalam bentuk peta dapat diproses dengan mudah dan cepat. Untuk itu, peta ini harus terus dijaga keberlanjutannya agar menjadi basis data yang lengkap.

Rabu, 09 Oktober 2019

Masalah Parkir Di Lingkungan Terpelajar



Kantor saya yang berada di daerah Lapangan Banteng, dapat dibilang merupakan kawasan orang-orang terpelajar dan berpendidikan. Namun, perilaku dalam memarkirkan motor sangat tidak terpelajar. Banyak dari mereka yang tidak mau parkir di bagian belakang karena jauh dari pintu keluar, sehingga lebih sering menemukan motor-motor yang parkir di jalur parkiran. Jalur parkiran itu adalah jalur yang seharusnya steril untuk keluar masuk kendaraan. Parkir di jalur parkiran memang sangat mudah, masuk tinggal simpan tak perlu mengatur posisi motor, tapi sangat menyusahkan buat motor yang mau keluar. Pasti ada saja yang tersangkut. Perlu di ketahui, besaran jalur parkiran yang dibuat hanya sekitar 1 meter. Motor yang parkir di jalur tersebut sudah pasti berada di depan motor yang parkir dengan mobil. Hal itu tentu sangat menjengkelkan karena motor yang sudah parkir secara benar, tidak dapat keluar karena dihalangi oleh yang parkir di jalur parkiran. Hal yang paling membuat murka adalah ketika motor yang parkir di jalur tersebut dikunci stang.  
Baru saja kemarin saya dan temen-temen mengalaminya, ketika harus keluar untuk melaksanakan rapat di luar kantor. Sangat sulit untuk keluar parkiran karena ada motor matic besar, parkir memakan banyak bagian jalur, dan dikunci stang. Butuh tenaga dua orang untuk menggeser-geser motor besar tersebut. Rasanya kesal sekali dan ingin membalikkan motor itu. Saya sampai saat ini juga bingung dengan pola pikir orang-orang di lingkungan ini. Harusnya sebagai orang yang punya pikiran dan terpelajar, dia tidak merugikan orang lain dengan cara parkir yang benar. Bila, benar-benar terpaksa untuk parkir di jalur tersebut, setidaknya jangan dikunci stang biar orang dapat memindahkannya dengan mudah.

Sangat disayangkan bagi kita negara yang menganut sistem yang mengambil kebaikan dari liberalisme dan sosialisme, malah terjebak pada egoisme diri sendiri yang tidak memikirkan hak-hak orang lain dan selalu berpikir akan dimaafkan secara kekeluargaan. Jangan sampai pikiran tersebut malah menjadi bumerang sehingga terjadi kerusakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau adanya penyakit hati. Ya, sebenarnya sudah terjadi seperti lecet-lecet, komponen kendaraan yang lepas, atau komponen kendaraan yang bengkok tanpa tahu siapa yang dapat diminta pertanggungjawabannya.

Cobalah untuk berperilaku lebih tertib. Berpikirlah untuk tidak merugikan orang lain supaya kita tidak dirugikan. Sama.seperti jika kita seenaknya, maka orang lain pun akan seenaknya. Sebagai salah satu pegawai di lingkungan yang terpelajar, cobalah belajar untuk tertib, tidak egois, dan tidak merugikan orang lain karena kita sendiri yang alan menerima manfaatnya.

Kekhawatiran Komunikasi

Sehubungan aku lagi membaca buku tentang Intercultural Communication , jadi terpikir untuk membahas sedikit tentang komunikasi. Lebih tepatn...