Minggu, 31 Mei 2020

Insecure dalam Setiap Pribadi Manusia


Setiap manusia diciptakan dengan perbedaan dan keunikannya masing-masing. Namun, sistem sosial akan membuat perbedaan tersebut semakin kontras. Sebagai contoh adalah definisi cantik. Sudah jelas setiap orang di dunia ini memiliki visual wajah yang berbeda-beda, namun ketika cantik didefinisikan sebagai wanita yang memiliki kulit putih, tidak berjerawat, dan rambut panjang, membuat wanita yang tidak masuk dalam kriteria tersebut akan membandingkan dengan standar sosial tersebut. Standar tersebutlah yang mampu mengerdilkan tingkat kepercayaan diri seseorang. Hal ini karena orang tersebut akan merasa dianggap berbeda dan dibicarakan oleh orang lain. Inilah yang memunculkan rasa insecure dalam diri.

Sebenarnya sangat manusiawi jika orang memiliki rasa insecure dalam diri. Kembali lagi, karena tidak ada manusia yang sempurna dan manusia memiliki keunikannya masing-masing. Dan sah-sah saja, jika seseorang ingin memperbaiki diri untuk mengurangi rasa insecure-nya. Setidaknya dengan memperbaiki diri, tingkat kepercayaan diri akan meningkat, nilai-nilai positif akan tumbuh, dan potensi untuk stres akan berkurang. Perlu dicatat, rasa insecure akan meningkatkan stres dan akan menjadi penyakit mental. Memperbaiki diri jangan diartikan sebagai rasa tidak bersyukur atas apa yang didapatkan tetapi merupakan suatu treatment agar hidup menjadi lebih bahagia. Memang perlu kita sadari bahwa manusia itu tidak akan pernah puas pada yang didapatkatnya, untuk itu kita perlu membatasi diri mengenai seberapa besar perbaikan yang kita inginkan.

Sebagai contoh, seseorang yang memiliki rasa insecure karena giginya berantakan. Untuk menutupi hal tersebut, dia cenderung tidak terlalu lebar membuka mulutnya. Pada tahap berikutnya dia memasang kawat gigi. Setelah giginya menjadi rapi, dia pun menjadi lebih bahagia, dan itu adalah tahap terakhir dalam memperbaiki dirinya. Dia tidak melanjutkan tahap berikutnya, seperti membentuk gigi kelinci atau mem-veeneer giginya. Itulah contoh membatasi diri. Namun, jika dia meneruskan tahap berikutnya pun tidak masalah jika masih dalam tahap wajar. Akan menjadi ketidakwajaran, jika dia merasa tidak puas dan terus memperbaiki dirinya. Hal tersebut ada tendensi karena mendengar kata orang dan mengikuti standar sosial. Dia tidak menyadari bahwa apa yang dia lakukan malah menjauhkannya dari kebahagiaan. Pada tahap tersebut bisa dikatakan sebagai penyakit mental.

Setelah kita menyadari bahwa setiap orang mempunyai rasa insecure masing-masing termasuk diri sendiri. Alangkah lebih baiknya kita tidak membahas tentang fisik seseorang apalagi yang ada standar secara umum, seperti tingkat kecantikan atau ketampanan seseorang. Bayangkan apabila hal tersebut terjadi pada diri kita sendiri, tentu kita akan tersinggung dan marah.

Saya pribadi mempunyai rasa insecure pada salah satu bagian dari tubuh. Baru saat dewasa, saya menyadari bahwa bagian tubuh tersebut membuat saya merasa insecure, padahal hal tersebut sudah terjadi sejak saya masih kecil. Saya ingat ketika orang lain membahas bagian tersebut, saya selalu merasa marah dan tidak puas. Untungnya, bagian tersebut bisa diperbaiki. Memperbaiki bagian tersebut bertujuan untuk membuat saya bahagia bukan untuk menstandarkan fisik atau dipuji orang lain. Itulah yang membatasi saya untuk tidak melakukan perubahan-perubahan yang berlebihan.

Minggu, 17 Mei 2020

Hati-hati Influencer



Salah satu Youtuber wanita yang sedang ramai dibicarakan bahkan namanya sempat menjadi trending topic di Twitter, tentu menggugah saya untuk mengomentari apa yang terjadi. Namanya menjadi trending topic karena membuat suatu statement yang cukup kontroversial, yaitu sikap ignorance dalam kondisi COVID-19 seperti saat ini dalam konten Youtuber GA. Tentu saja itu menjadi perbincangan para warganet yang umumnya menghujatnya.

Apapun pendapat pribadi seseorang sebenarnya sah-sah saja. Hanya saja yang menjadi masalah ketika seseorang tersebut telah menjadi influencer yang sangat berpengaruh dan diikuti oleh banyak pengikut. Seharusnya seorang influencer punya tanggung jawab moral atas apa yang dilakukan atau diucapkannya karena akan dinilai oleh masyarakat. Layaknya sebuah perusahaan yang punya tanggung jawab atas kegiatan produksinya melalui kegiatan CSR. Seorang influencer tidak hanya memproduksi konten demi memperoleh uang atau hanya sharing atas kesenangannya, tetapi harus memberikan sesuatu yang positif bagi para penontonnya.

Setelah video tersebut tayang dan menuai banyak kritik maupun celaan, akhirnya GA meminta maaf dan menghapus kontennya tersebut dari halaman Youtube-nya. Akhirnya, sang Youtuber wanita tersebut melakukan klarifikasi dan meminta maaf kepada seluruh masyarakat. Saya melihat klarifikasinya tersebut di konten Youtube Deddy  Corbuzier. Sang Youtuber tersebut menangis dan meminta maaf sambil menjelaskan kenapa statement tersebut dapat terlontar.

Selain memiliki tanggung jawab pada penontonnya, seseorang yang telah memantapkan diri menjadi seorang influencer harus memiliki mental yang kuat. Siap menghadapi pujian yang membuat terbang ke awang-awang dan hinaan yang serasa jatuh dari lantai 20. Jika berharap bahwa penonton itu cerdas, itu sangat salah besar karena penonton itu sangat banyak dan mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Harapan seperti itu tidak akan pernah tercapai bahkan di negara maju sekalipun. Untuk itu, content creator-lah yang harusnya memupuk mental, belajar tanggung jawab, dan menyebarkan nilai positif sejak awal. Jangan hanya memikirkan konten apa yang dapat meningkatkan viewer tetapi pikirkan konten apa yang bermanfaat dan dapat memberikan dampak positif. Oleh karena itu, ingatlah HATI-HATI INFLUENCER.

Rabu, 13 Mei 2020

Curhatan Rumah Sewa dan Hasrat Ingin Membeli Rumah

Tahun lalu saya sudah pernah membahas mengenai rumah, yaitu Pilah Pilih Hunian di Jabodetabek. Informasi tersebut saya berikan, khususnya untuk pertimbangan bagi diri saya sendiri dalam memilih hunian yang tepat. Pada saat itu, hasrat untuk memiliki hunian tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan penghasilan saya masih belum cukup untuk dapat melakukan kredit rumah. Di samping itu, uang yang dapat saya tabung pun masih terlalu sedikit bila harus menambah beban dengan kredit rumah. Saat itu, saya merasa menyewa sebuah kamar kos atau rumah jauh lebih memberikan keuntungan bagi saya karena persentase saving jauh lebih besar. Ditambah lagi, belum ada kepastian yang jelas mengenai pindahnya ibu kota negara sehingga saya berpikir lebih baik memiliki rumah di lokasi ibu kota negara baru saja nanti.

Di tahun ini, mendadak rasa ingin memiliki sebuah rumah sendiri muncul kembali. Hal ini dipacu oleh keadaan yang tidak menentu. For your information, pada akhir November 2019 saya dan teman satu kos memutuskan untuk menyewa sebuah rumah seharga Rp24 juta per tahun dengan tambahan biaya Rp350 ribu per bulannya untuk listrik dan internet. Kami tidak merasa keberatan dengan biaya tersebut. Meskipun biaya perbulannya menjadi lebih besar dibandingkan dengan sewa kamar kos sebelumnya, tetapi kami memperoleh rumah dengan ruang tamu, 2 kamar, dapur, dan kamar mandi. Rumah tersebut bukan pure rumah tapak sendiri, tetapi rumah 2 lantai yang mana lantai 1 diisi oleh pemilik dan lantai 2 disewakan kepada kami sehingga meteran listriknya masih bergabung.

Rumah sewa ini memang tidak jauh dari tempat saya bekerja sehingga biaya transportasi menuju tempat kerja sangat minim. Namun, perlu modal untuk mengisi keperluan rumah ini, seperti kasur dan kipas angin. Ya, karena rumah ini kosongan dan tanpa AC. Hal ini tentu bukan masalah besar karena bisa dibilang kami hanya numpang tidur saja, jadi tidak begitu memerlukan AC. Walau memang harus penyesuaian kembali karena sebelumnya kamar kos yang kami sewa ada AC-nya. Kami pun tidak masalah dengan biaya listrik yang ditetapkan oleh pemilik rumah kontrakan walaupun kami berpikir itu terlalu tinggi. Pasalnya, kami hanya menggunakan dua kipas angin, itupun hanya dipakai saat kami berada di rumah saja. Tidak ada transparansi biaya listrik dari pemilik kontrakan. Agar tidak merasa rugi, saya membeli kulkas portabel dan air cooler.

Saat COVID-19 terjadi dan mengharuskan untuk work from home, ini membuat pola kehidupan di rumah menjadi berubah. Selama 24 jam kami berada di rumah, ditambah lagi teman saya membawa PC kantornya. Saya yakin listrik memang akan naik. Hal itu dibenarkan oleh pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan meminta tambahan biaya listrik sebesar Rp150 ribu. Saya cukup kaget dengan kenaikan tersebut. Sepertinya sangat tidak masuk akal. Saya bandingkan dengan penggunaan listrik di rumah orang tua saya yang memiliki tv dan dua kulkas non-stop pun biaya listriknya hanya Rp300 ribuan. Hal yang membuat saya kecewa adalah ibu kontrakan meminta tambahan biaya tersebut sampai akhir tahun. Saya tentu menolak dan hanya ingin membayar selama WFH saja. raut wajah pemilik kontrakan pun terlihat kecewa. Pada saat itu, pemilik kontrakan memang sedang mengalami kesulitan keuangan. Bahkan dia bertanya terus apakah kami akan melanjutkan mengontrak tahun depan atau tidak. Apabila iya, jika kami punya sedikit rejeki bisa diberikan terlebih dahulu uangnya dan nanti dipotong untuk biaya sewa tahun depan.

Berdasarkan kisah tersebut, ini membuat hasrat untuk membeli rumah muncul kembali. Saya pun mulai mencari-cari rumah yang yang affordable dengan kemampuan finansial saya. Begitu pun teman saya, kejadian ini membuatnya ogah untuk melanjutkan sewa rumah. Apabila tidak dapat rumah pun, sudah pasti tahun depan akan pindah. Saat ini, saya prefer dengan rumah tapak. Walaupun lokasinya jauh sekali tapi biaya bulanannya lebih ringan dibandingkan apartemen atau rumah susun. Seperti yang kita ketahui bahwa apartemen atau rumah susun mengharuskan penghuninya untuk membayar biaya servis yang totalnya sekitar Rp1 jutaan. Hal ini tentu akan memberatkan kami yang penghasilannya masih di bawah Rp10 juta per bulan.

Setelah hunting beberapa perumahan yang ada di sebelah barat daya Jakarta, di antaranya di Parung Panjang dengan harga Rp300 jutaan dan Maja dengan harga Rp200 jutaan. Saat itu saya memilih daerah Parung Panjang karena lebih dekat dengan Jakarta. Setelah memperoleh price list, saya cukup optimis untuk dapat mengajukan KPR dengan tenor 20 tahun dan bisa pindah tahun depan. Namun setelah saya hitung-hitung lagi, saya agak ragu mampu menjalani kehidupan dengan adanya pengeluaran KPR tersebut. Pasalnya, biaya transportasi cukup tinggi, ditambah biaya makan, listrik, air, dan furnitur untuk mengisi rumah, ini membuat saving menjadi sangat minim. Biaya gaya hidup saya tergolong rendah bahkan bisa diminimalisir lagi, tapi dengan segala keterbatasan ini membuat hidup lebih terkekang. Uang cadangan untuk keperluan mendesak pun lebih sedikit, ditambah lagi tahun ini pendapatan pun di-press. Hal inilah yang menjadi kegalauan saya.

Saya pun memutuskan untuk menunda membeli rumah. Mungkin tahun depan kembali menyewa kamar kos atau mencari rumah kontrakan yang lebih murah. Memang salah menunda untuk membeli rumah tetapi memang perlu disesuaikan juga dengan isi dompet. Jika dipaksakan, bakal repot juga. Untuk itu, sebelum memutuskan untuk membeli sebuah unit hunian memang perlu diperhitungkan lagi biaya yang akan kita keluarkan nanti. Jangan sampai tidak ada saving sama sekali. Mulailah belajar memanaj keuangan dan mengontrol pengeluaran. Banyak akun-akun sosial media yang memberikan pelajaran gratis tentang hal tersebut. Dengan adanya kejadian COVID-19 ini, tentu kita jadi paham betapa pentingnya mengatur keuangan. Secara umum, saya dan teman saya tidak terlalu terdampak dari sisi penghasilan, bahkan kami jauh lebih hemat karena tidak ada pengeluaran transportasi, terbiasa masak sendiri, dan biaya sewa rumah sudah dibayar diawal. Namun, kami pun tetap menyiapkan biaya darurat jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

Kamis, 07 Mei 2020

Hari Terakhir Penggunaan Otem



Apakah ada yang tahu apa itu Otem?

Otem adalah obat herbal yang terbuat dari madu alami. Otem ini digunakan untuk mata. Penggunaan Otem ini memang sangat perih sekali bahkan memberikan efek berdenyut sekitar satu menit setelah pemakaian. Penggunaan Otem juga pernah tayang di salah satu televisi swasta yang menyatakan bahwa Otem digunakan untuk gurah mata.

Perkenalan dengan Otem

Saya mengenal Otem pada tahun 2010. Pada saat itu, kakak saya memperkenalkan Otem sebagai obat herbal untuk membersihkan mata. Efek perih yang amat sangat membuktikan proses pengeluaran baksil yang ada di mata. Selain efek perih, mata juga akan merah dan sembab karena banyak sekali mengeluarkan air mata. Selain memberikan manfaat untuk membersihkan mata, Otem juga dapat megurangi minus. Penjelasan tersebut diperoleh dari pedagang obat herbal depan masjid dekat kampus kakak saya di daerah Bandung Utara.

Saya pun tertarik menggunakannya dengan tujuan mengurangi minus pada mata. Efek-efek yang dijelaskan kakak saya pun terbukti benar, rasa pedih, mata merah, dan berair sekitar satu menit membuat saya tak mampu membuka mata. Namun, setelah itu cukup memberi efek kesegaran. Setelah pemakaian selama satu tahun, minus mata saya berhasil turun dari -1,75 menjadi -1,5. Setelah itu saya tidak pernah menggunakannya lagi karena pada saat itu saya pindah ke Jogja dan membuat sulitnya akses untuk membeli Otem. 

*Pada saat itu toko online belum seramai sekarang

Menggunakan Otem Setelah 3 Tahun

Pada saat saya rutin menggunakan Otem, bisa dibilang saya terhindar dari penyakit mata yang biasa menyerang, seperti iritasi dan bintitan. Mata saya tergolong mata yang mudah iritasi. Terkena debu sedikit saja, bisa berjam-jam gatalnya, bahkan terkena hembusan nafas pun sering kali terjadi iritasi.

Setelah saya pindah ke Jogja, saya tidak pernah lagi menggunakan Otem, kurang lebih selama 3 tahun. Kemudian, saya memperoleh informasi bahwa Otem dijual oleh pedagang di depan Masjid Kampus. Saya langsung membelinya dan siap menggunakan Otem kembali. Setelah satu tahun pemakaian, tidak ada efek yang berarti. Setelah habis, saya tidak melanjutkan penggunaan Otem.

Kepo Kandungan Otem

Ketika saya tinggal di Jakarta, mata saya kembali bermasalah. Hal ini mungkin karena polusi yang cukup berat membuat mata saya mudah sekali mengalami iritasi. Teringat kembali akan Otem, saya pun berniat membelinya di Toko Online. Namun sebelum itu, saya cukup penasaran juga mengapa Otem berkhasiat untuk mata yang membuat saya menggunakan Otem cukup lama. Berdasarkan hasil pencarian, 100% Otem itu berbahan dasar madu. Karena pH madu tidak cocok dengan mata, maka menimbulkan rasa perih yang luar biasa. Belum ada penelitian yang menyebutkan bahwa Otem dapat menyembuhkan penyakit mata. Lebih baik penggunaan Otem dihindari karena rasa pedih tersebut merupakan bentuk iritasi yang amat dahsyat dan dapat berakibat buruk pada mata. Hanya itulah informasi yang saya peroleh. Dasar nakal, saya akhirnya tetap membeli dua botol Otem dari Toko Online karena sebelumnya mata saya baik-baik saja sehingga tak masalah saya menggunakannya kembali.

Akhir Cerita

Pada suatu hari, mata saya mengalami iritasi ringan. Karena obat tetes mata biasa tidak pernah berpengaruh pada mata saya, maka saya gunakan Otem. Sebelumnya saya pernah menggunakan Otem saat mengalami iritasi ringan dan itu tidak masalah bahkan membaik. Namun, hari itu berbeda. Setelah rasa perih kurang lebih satu menit, mata saya tetap merah, bahkan malah bertambah gatal. Gatal terjadi di balik kelopak mata atas dan juga bawah. Gatal itu amat sangat parah dan ternyata mata saya bengkak. Untungnya saya hanya menggunakan Otem sebelah mata saja. Saya langsung membilasnya dengan air dan mengompresnya. Gatal menurun tetapi masih terasa. Saya ingat masih memiliki obat tetes mata, langsung saya teteskan obat tetes tersebut, dan syukurlah rasa gatal mulai hilang namun merah dan bengkak masih ada.

Setelah itu, saya putuskan untuk tidak menggunakan Otem lagi. Mata saya mungkin sudah tidak cocok menggunakannya atau memang cairan Otem yang kental malah membuat kotoran menumpuk di balik kelopak mata dan sulit keluar. Tentu itu memberikan rasa gatal dan ganjalan di mata. Sungguh tidak enak. Alhasil, 1,5 botol Otem yang masih tersisa saya buang dan lebih baik saya menggunakan obat tetes mata yang sudah teruji penggunaan dan khasiatnya yang dijual di toko obat.

Saya yakin bahwa Otem memang bukan untuk mata. Ketidakcocokan zat tersebut bisa jadi dapat membuat kerusakan pada jaringan mata. Mungkin saja beberapa tahun lalu, mata saya baik-baik saja dan bisa recovery. Tapi mungkin untuk saat ini lebih baik kita menjaga mata kita dari zat-zat yang belum teruji penggunaanya. Walaupun itu obat herbal, jika berbahaya sebaiknya dihindari.

Kekhawatiran Komunikasi

Sehubungan aku lagi membaca buku tentang Intercultural Communication , jadi terpikir untuk membahas sedikit tentang komunikasi. Lebih tepatn...