<< Back - Semester 1: Homesick and Struggling
"Aska kamu ke Jogja lagi kapan? Semester 2 sebentar lagi kan?", tanya mamah berteriak dari dapur.
"Iya mah minggu depan sudah mulai perkuliahan, besok atau lusa mau ke stasiun untuk beli tiket", jawabku.
Aku teringat bahwa libur semester 1 tinggal bersisa enam hari lagi. Tak terasa hampir satu bulan aku berada di rumah. Sambil melihat IP-ku yang tidak sesuai target. Untuk sebagian orang mungkin berpikir bahwa IP di atas tiga adalah prestasi yang luar biasa. Tapi buatku adalah kegagalan. Jika aku masih mengambil program studi teknik mesin, sangatlah wajar jika sulit untuk memperoleh IP di atas tiga. Aku sekarang mengambil program studi teknik yang sebenarnya mudah, tinggal menghapal, hanya saja belum ada kesinambungan dalam diri. Aku tahu itu mudah tapi aku belum bisa merasakan kemudahan itu.
Aku masuk ke dalam kamar dan mengambil ponselku. Aku mengirimkan pesan singkat kepada Andi. Aku berencana ke Jogja bersama dia agar di kereta aku ada teman gobrol.
To: Andi PWK 2011
Ke Jogja kapan Ndi? Bareng lah ya biar ada temennya. Naik ekonomi aja dari Kircon. Mau Jumat malam atau Sabtu malan? Biar kita bisa istirahat dulu satu hari sebelum masuk kelas.
Sent.
Tak lama, ada SMS masuk di ponsel ku.
From: Andi PWK 2011
Aska, Jumat malam aja bagaimana? Biar bisa beberes juga, udah satu bulan kost-an enggak diberesin. Kamu mau beli kapan? Tolong beliin dulu ya, nanti aku transfer. Aku sampai hari Kamis ada di Sumedang. Ada acara keluarga.
Aku pun membalasnya kembali.
To: Andi PWK 2011
Oke Andi, aku belikan dulu ya, di gerbong tengah-tengah aja. Jangan lupa kirimin nomor KTP.
Sent.
Kemudian Andi mengirimkan SMS kembali yang berisi nomor KTP-nya. Besok pagi aku akan pergi ke stasiun untuk membeli tiket kereta.
Aku membaringkan tubuhku di kasur. Aku bertanya pada diri sendiri. Mengapa aku kuliah di program studi ini? Mengapa tidak aku teruskan saja kuliah di teknik mesin. Nilai-nilaiku di teknik mesin juga bagus, aku hanya tinggal mempertahankannya saja.
Aku mengingat-ingat masa kecilku. Apa yang aku suka. Apakah ada hubungannya dengan teknik mesin? Sepertinya tidak. Sewaktu aku kecil aku sangat suka sekali bermain mobil-mobilan. Namun karena orang tuaku tidak mampu membelikan mobil-mobilan remote control, aku lebih sering mengumpulkan miniatur mobil-mobilan hadiah dari makanan ringan. Ada mobil sedan, pick-up, mobil boks, truk, truk tonton, hingga truk gandeng. Halaman depan rumahku yang berukuran satu kali satu setengah meter ku jadikan area bermain. Aku padatkan tanah membentuk jalur kendaraan, seolah itu adalah jalanan beraspal. Aku buat rute berbentuk kotak-kotak sehingga setiap pertemuan jalan ada persimpangan. Di setiap persimpangan jalan aku taruh miniatur lampu lalu lintas hadiah dari makanan ringan yang lampu merah, kuning, dan hijaunya merupakan stiker berbentuk lingkaran yang sudah dipotong dan masuk dalam paket hadiah makanan ringan tersebut. Aku taruh miniatur kendaraan yang sudah aku kumpulkan berjejer di sepanjang jalan untuk mengukur kesesuaian lebar jalan dengan kendaraan. Tak lupa aku gali tanah memanjang dengan pola tidak beraturan melintasi beberapa jalan yang sudah aku buat. Itu adalah sungai. Untuk jembatan aku cari triplek bekas yang tidak dipakai kemudian aku taruh secara melintang sehingga mobil-mobil mini itu dapat melintasinya. Jika aku mendapatkan miniatur pohon dari makanan ringan yang aku beli, aku taruh di tempat-tempat yang cocok atau di area taman yang aku buat. Agar kota yang aku buat terlihat ada kehidupan, aku menaruh kotak korek api bekas yang sudah aku gambar menyerupai rumah atau bangunan dan diletakkan di sepanjang sisi jalan. Miniatur kota buatanku sudah jadi. Setiap hari aku melihatnya dan menjalankan mobil-mobil di sepanjang jalan dan melintasi jembatan. Sayangnya jika hari itu terjadi hujan, miniatur kota itu hancur lebur karena halaman depan rumah tidak memiliki atap.
***
Jumat malam, aku diantarkan kakakku ke Stasiun Kiaracondong. Di sana aku bertemu Andi dan kemudian masuk ke dalam gerbong yang aku pilih sebagai tempat duduk kami menuju Jogja. Kereta di tengah malam. Malam hari itu, kursi penumpang di gerbongku terisi semua, namun tidak ada penumpang yang berdiri. Sepuluh menit kereta berjalan aku terlelap, begitu juga dengan Andi. Kami yakin kereta ini dalam keadaan bebas maling karena kamipun tidak membawa barag berharga. Ransel kami peluk masing-masing, jadi jika ada pergerakan akan terasa. Lagi pula kami terlelap tidak sepenuhnya tidur pulas, masih ada kesadaran merasakan suara gesekan antara roda kereta dengan rel. Sebagai pengguna kereta jarak jauh, kami sudah biasa tertidur dengan cara seperti itu. Hal yang terpenting mendapatkan waktu istirahat walaupun tidak nyenyak.
Kami berdua terbangun di Stasiun Tasikmalaya. Terdengar suara pengumuman dari stasiun bahwa saat ini kami sedang berada di Stasiun Tasikmalaya. Aku meregangkan badan sambil berdiri.
"Ngantuk banget ya Ndi?", tanyaku.
"Iya nih. Enggak kerasa ya Senin besok sudah masuk semester dua. Kamu sudah mengisi Kartu Rencana Studi kan?", Andi bertanya.
"Sudah. Setahun ini kita sudah ditentukan kan ya mata kuliah apa saja yang diambil? Aman lah ya. Btw, bagaimana nilaimu di semester satu? Aman kan?, "tanyaku lagi.
"Alhamdulillah lumayan, kamu gimana?", Andi menjawab sambil tersenyum dan bertanya balik.
Layaknya sang senior yang pernah menjalani masa perkuliahan, aku menjawab, "Ya Alhamdulillah juga. Berapapun IP-nya yang penting masih di atas 3 ya? Kamu di atas 3 kan ya. Aku juga, nanti di semester berikutnya pasti bisa meningkatkan IP hingga di atas 3,5."
Aku berkata demikian seolah Andi mengalami hal yang sama denganku, yaitu di bawah 3,5.
"Iya benar, perjuangan masih panjang ya Aska. Semoga kita bisa lulus tepat waktu", Andi menyetujui ucapanku.
***
Aku yang sedang duduk di meja kerja selalu malu sendiri jika teringat percakapanku dengan Andi 9,5 tahun yang lalu. Pasalnya, Andi merupakan salah satu mahasiswa yang memperoleh nilai sempurna alias IP 4 di semester satu. Dan aku menasihati Andi padahal IP-ku tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Bahkan saat kelulusan pun, kami lulus bersama dan Andi menjadi salah satu mahasiswa dengan IPK tertinggi di periode kelulusan tersebut. Andi memperoleh IPK 3,84 dan menyandang predikat cumlaude.
***
Memasuki hari Senin, hari pertama kuliah di semester dua. Sejujurnya kekecewaanku mengenai IP masih terpikirkan sampai saat ini. Ya begitulah, aku itu orangnya overthinking. Hal yang tidak penting pun sering terpikirkan. Aku belum berniat mengubah cara belajarku.
Pukul 8.50 aku bersama teman-temanku sudah duduk di dalam ruang kelas. Ruang kelas yang ukurannya besar sekali sama seperti aula, mampu memuat 100 orang lebih. Gedung tempat aku belajar ini terdiri merupakan gedung Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanan. Gedung ini hanya terdiri dari tiga lantai yang mengelilingi taman di bagian tengahnya. Taman di bagian tengahnya disebut innercourt yang di desain oleh salah satu dosen arsitek. Di lantai satu terdapat ruangan Studio Arsitektur, perpustakaan jurusan, perpustakaan pasca sarjana, laboratorium komputer arsitektur, dan beberapa ruangan dosen. Di lantai dua terdapat Studio Tugas Akhir Arsitektur, empat ruang kelas program sarjana yang ukurannya besar, Studio Perencanaan Wilayah dan Kota, laboratorium komputer perencanaan wilayah dan kota, beberapa ruangan dosen, dan kantor bagian akademik. Di lantai tiga terdapat beberapa ruangan dosen dan beberapa ruangan yang digunakan untuk kelas sekaligus studio untuk program pasca sarjana. Sejujurnya aku kurang paham layout lantai tiga karena jarang sekali ke sana. Sekalinya ke sana adalah untuk bertemu dosen karena dosen-dosen muda umumnya berkumpul di lantai tiga.
Semangat belajarku di semester dua ini sebenarnya agak kendor. Aku selalu duduk di barisan agak belakang. Berkumpul dengan teman-temanku yang agak pemalas juga. Sambil menunggu dosen, seperti mahasiswa pada umumnya kami ngobrol ngalor-ngidul. Sebagai mahasiswa tahun pertama yang diobrolkan masih seputar kost-an dan tempat makan. Ada yang sudah betah dengan kost-an-nya sekarang ada pula yang mulai tidak betah karena lingkungannya agak menyeramkan. Aku lebih banyak membicarakan seputar dunia kuliner harga mahasiswa di Jogja. Risetku mengenai tempat makan sungguh lebih menyenangkan dibandingkan dengan memperdalam ilmu yang aku ambil di masa kuliah. Hal ini juga membuatku dianugerahkan sebagai ketua geng makan. Setiap makan malam, anak-anak perantauan selalu memintaku untuk menentukan mau makan di mana. Untuk urusan perut tentunya ini sangat menyenangkan, hampir setiap akan makan malam, aku selalu mengirimkan SMS kepada seluruh teman-temanku yang nge-kost untuk berkumpul di kost-an Putri, teman sekelasku yang kost-an-nya paling dekat dengan kampus dan memiliki halaman parkir cukup luas. Setiap berkumpul untuk makan malam, kost-an putri selalu penuh dengan sepeda motor milik teman-teman yang siap mencari tempat makan dan makan bersama.
Pukul 8.50 seorang pria paruh baya memakai gamis, peci, berkacamata, dan berjenggot panjang memasuki ruang kelas. Beliau memperkenalkan diri.
"Selamat pagi rekan-rekan semua. Perkenalkan nama saya Rudi Iswara. Saya dari Fakultas Geografi. Selama satu semester ini, saya mengampu mata kuliah kependudukan. Kita berkenalan dulu ya, saya coba sebutkan satu per satu di daftar hadir."
Pak Rudi mulai memanggil nama kami satu per satu, kami pun mengangkat tangan dan menyebutkan asal daerah. Suatu hal yang biasa bagi kampus yang paling banyak diminati oleh mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia.
"Kependudukan atau demografi merupakan bagian terpenting dalam perencanaan. Tentu saja yang kita rencanakan bukan hanya ruang atau fisiknya saja, tetapi penduduknya juga yang merupakan penghuni dan pelaku dari ruang yang kita rencanakan", Pak Rudi memulai perkuliahan.
"Analisis kependudukan memiliki manfaat untuk mencapai dua tujuan, yaitu tujuan dasar dan tujuan praktis. Tujuan dasar untuk menggambarkan perubahan jumlah, komposisi, dan persebaran sedangkan tujuan praktis untuk membuat sektor publik yang bermanfaat untuk penduduk itu sendiri."
"Sebagai pelaku dari ruang tentunya banyaknya penduduk akan memengaruhi kondisi ruang tersebut. Penduduk pastinya akan terus bertambah. Agar kapasitas ruang tetap stabil dan tidak mengganggu kualitas hidup serta kegiatan perekonomian, maka dalam perencanaan memproyeksikan jumlah penduduk merupakan aspek terpenting dalam perencanaan. Menurut Smith dkk. tahun 2002, fungsi dari memproyeksikan penduduk adalah untuk memprediksi perubahan penduduk di masa yang akan datang, menganalisis faktor yang memengaruhi perubahan penduduk, menghadirkan skenario alternatif dalam perencanaan, mempromosikan agenda dan menyampaikan peringatan, serta memberikan dasar untuk proyeksi lainnya", tambah Pak Rudi.
"Pertambahan penduduk itu terjadi atas dua cara, yaitu kelahiran dan migrasi masuk sedangkan pengurangan penduduk terjadi karena kematian dan migrasi keluar. Pertumbuhan kelahiran penduduk di negara berkembang cenderung lebih banyak dibandingkan dengan kematiannya sedangkan di negara maju jumlah kelahiran dan kematian cenderung seimbang. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dan pola pikir masyarakat. Nah, dipertemuan pertama ini, coba rekan-rekan semua membentuk 10 kelompok. Pembagian kelompok diserahkan kepada ketua kelas. Tugasnya adalah buatlah paper dan paparan singkat yang memberikan argumen mengapa agka kelahiran di negara berkembang jauh lebih besar dibandingkan angka kematiannya? Beri argumen juga mengapa negara maju mampu mengontrol jumlah kelahiran dan kematian penduduknya? Masing-masing beri contoh negara berkembang dan majunya apa dan kebijakan apa yang diterapkan dalam mengontrol jumlah penduduk? Dikumpulkan maksimal pada hari Sabtu malam minggu ini. Minggu depan akan saya pilih kelompok yang akan mempresentasikan tugasnya. Kelas saya tutup. Terima kasih", Pak Rudi mengucapkan salam, mencabut flashdisk dari komputer di depan kelas dan berjalan menuju pintu untuk keluar ruangan kelas.
Sebelum semuanya mahasiswa meninggalkan kelas, sang ketua kelas maju ke depan kelas dan meminta untuk pembagian kelompok. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara berhitung satu sampai sepuluh pada setiap mahasiswa. Mahasiswa yang menyebutkan angka yang sama berarti mereka satu kelompok. Hal tersebut dilakukan mulai dari mahasiswa yang duduk di baris paling depan hingga mahasiswa yang duduk di baris paling belakang. Setelah pembagian tersebut, setiap kelompok berkumpul untuk membicarakan tugas. Setelah itu membubarkan diri, ada yang menuju perpustakaan ada pula yang menuju kantin untuk sarapan yang tertunda.
Memasuki pukul 12.50, para mahasiswa mulai ramai memasuki ruang kelas. Pukul 13.00 nanti, perkuliahan ke dua di hari ini akan segera dimulai. Mata kuliahnya adalah Rancang Kota yang diampu oleh Pak Bardi. Pak Bardi ini merupakan salah satu dosen favorit di seluruh angkatan. Meskipun tergolong dosen madya berada di rentang usia dosen senior dan dosen muda tapi beliau itu sangat berjiwa muda. Di semester satu beliau jua mengampu mata kuliah Teori Keruangan. Paparannya yang simpel dan penuh warna serta penyampaiannya yang mudah dipahami membuat para mahasiwa menyukai setiap mata kuliah yang beliau bawakan. Aku pun demikian karena setiap perkuliahan beliau selalu mempelajar ruang, bentuk, pola, dan desain yang membuat imajinasi dan kreativitas berjalan. Intinya ada unsur seni di setiap mata kuliah yang beliau ajarkan.
"Selamat datang di semester dua, bertemu lagi dengan saya. Kita masuk mata kuliah rancang kota atau biasa disebut urban design. Secara ruang lingkup, rancang kota ini berada di level meso atau tengah, atau dengan kata lain berada di antara level mikro dan makro. Pada semester sebelumya kalian sudah mengetahui bahwa level mikro itu merupakan cakupan arsitektur yang mana mendesain interior dan bangunan sedangkan level makro itu merupakan cakupan perencanaan wilayah dan kota. Lalu di level meso ini cakupannya siapa? Tentu keduanya baik arsitektur maupun perencanaan wilayah dan kota. Kalian para perencana atau planner harus mampu memahami dan mengubah rancang kota sebagai media dalam membentuk komunitas. Planner juga harus mampu memengaruhi kemampuan dalam membentuk tujuan-tujuan sosial seperti diversivitas, sensitivitas ruang, rasa ruang, dan kualitas hidup dalam kota. Itu menurut Talen tahun 2010".
Aku masih menyimak apa yang disampaikan Pak Bardi.
"Terdapat empat dimensi dalam rancang kota, yaitu visual, fungsi, aktivitas, dan tema. Keempat dimensi ini bersatu padu membentuk suatu rancangan kota. Mari kita membahas satu-persatu keempat dimensi tersebut".
Pak Bardi menekan tombol spasi di laptopnya yang terhubung ke proyektor melalui kabel HDMI. Secara bersamaan tampilan slide presentasi begereser ke halaman berkutnya.
"Dimensi visual merupakan dimensi yang terlihat oleh indera kita sebgaai seorang perancang. Untuk itu, kita harus dapat menggunakan indera kita dalam perancangan yang dilakukan secara bertahap. Adapun tahapan yang pertama adalah sensory. Pada tahap ini, kita dapat merasakan efel-efek yang dapat kita rasakan secara visual. Tingkat kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat keindahan, tingkat kepadatan, tingkat keluasan, dan berbagai hal lainnya yang dapat dirasakan. Tahapan kedua adalah formal. Pada tahapan ini kita dapat menilai apa yang dirasakan pada tahap awal secara formal, yakni melihat dengan faktor-faktor komposisi yang membentuk pola-pola visual. Tahapan berikutnya adala ekspresif, yakni bentuk ekspresi yang diinginkan. Hal tersebut berdasarkan pengetahuan atau informasi yang didapat berdasarkan tujuan perancangan. Tahapan terakhir adalah simbol adalah suatu elemen budaya yang memberikan makna ciri khas".
Pak Bardi kemudian menekan tombol spasi dan memunculkan satu slide yang isinya beberapa foto. Dari foto-foto tersebut, kita dapat mengetahui bahwa itu adalah kawasan Kraton Yogyakarta. Kawasan Kraton ini merupakan kawasan perkotaan, bukan hanya karena lokasinya berada di Kota Yogyakarta tapi dilihat dari kepadatan bangunan, kepadatan penduduk, dan aktivitas utamanya merupakan ciri-ciri sebuah kawasan perkotaan. Pak Bardi kemudian menghubungkan dengan empat tahapan yang sebelumnya telah ia jelaskan. Mulai dari tahapan sensory, tentunya yang dapat dirasakan adalah kenyaman dan keamanan yang tinggi jika kita bayangkan tinggal dan beraktivitas di sana.
Memasuki tahap formal, dapat dilihat dari komposisi fisik dari kawasan tersebut. Ukuran jalan yang umumnya sama dengan pola jaringan jalan kotak-kotak atau grid, bentuk bangunannya yang selaras tidak ada yang kontras. Dilihat secara ekspresif, kawasan Kraton ini memiliki tujuan perancangan, yakni sebagai kawasan Kesultanan Yogyakarta yang mana bagian tengahnya sebagai pusat kawasan merupakan Kraton atau Istana Sultan dan disekelilingnya merupakan rumah bagi para abdi dalem Kraton. Sekeliling kawasan Kraton pun terdapat benteng sebagai pelindung sekaligus pembeda kawasan ini dengan kawasan di luarnya. Pada tahapan simbol, Kraton atau istana merupakan simbol budaya dari Yogyakarta, namun dalam konteks ini menjadi simbol dari kawasan Kraton yang segala aktivitasnya berkaitan erat dengan Kraton.
***
Hampir seharian aku cuma duduk di kursi sambil memandangi catatan kuliahku. Tanpa terasa hari sudah gelap dan aku tidak boleh tidur terlalu larut. Besok pagi, aku harus kembali ke Jakarta dengan menggunakan shuttle bus yang telah aku pesan melalui aplikasi pada smartphone. Pada masa kuliah di semester 1 dan 2 lalu, dibalik perjuangan yang amat berat karena program studi, ada dukungan pula secara tidak langsung dari teman-teman kuliahku yang membuat aku mampu menjalankan segala perjuangan ini.
Akupun berpikir kembali, apakah benar program studi ini tidak cocok denganku? Ataukah aku hanya terjebak di masa lalu atau zona nyamanku. Pada saat itu aku tidak tahu masa depanku seperti apa. Apakah program studi tersebut dapat mengantarkan ke gerbang masa depan atau aku hanya akan menjadi pengangguran alias beban negara.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Sebaiknya aku bergegas untuk tidur karena sebelum jam 8 pagi aku harus sudah berada di tempat pemberhentian shuttle bus yang aku pesan agar tidak terlambat. Tak lupa aku merapikan barang-barang yang aku bawa pulang nanti, termasuk dua buah binder catatan kuliahku. Di Jakarta nanti aku coba mempelajarinya kembali karena ada satu target yang ingin aku capai.
***
Jam 7 pagi aku sudah bangun dan langsung mandi. Setelah siap, aku bergegas memesan ojek online melalui ponsel. Sambil menunggu kehadiran ojek online aku berpamitan pada mamah.
"Mah, Aska pamit ya", kataku sambil mencium tangan mamah.
"Iya, Aska hati-hati ya, nanti kalau sudah di Jakarta tolong kabari", balas mamah.
Tak lama kemudian ojek online yang aku pesan datang. Aku langsung memakai helm yang dia berikan dan naik sepeda motornya. Mamah melambaikan tangan, aku pun melambaikan tangan sambil berlalu meninggalkan mamah.
Perjalanan dari rumah ke tempat pemberhentian shuttle bus hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Aku berhasil sampai sebelum pukul 8 pagi. Tak lama kemudian shuttle bus tujuan Cikini datang, aku langsung naik dan duduk di kursi paling belakang sesuai yang aku pesan. Tak lama setelah aku duduk, pintu langsung ditutup dan shuttle bus-pun berjalan menuju gerbang tol Pasteur. Jumlah penumpangnya tidak terlalu banyak, mungkin hanya 50%. Wajar saja, ini masih hari kerja, jadi tidak banyak penumpang dari Bandung ke Jakarta.
Aku yang sedari tadi masih memegang tas ranselku, aku buka dan mengeluarkan satu binder yang ada di tas. Aku berencana melanjutkan membaca catatan kuliahku ini sepanjang perjalanan menuju Jakarta.
***
Tak terasa, semester dua akan segera berakhir. Ini adalah minggu terakhir perkuliahan. Seperti biasa, pada minggu terakhir perkuliahan Pak Roni selalu mengulang materi kuliah sepanjang setengah semester setelah UTS, sama seperti saat semester satu dulu. Mata kuliah yang beliau ampu pada semester kedua ini adalah Teori Perencanaan. Memulai perkuliahan, beliau membuka presentasi yang telah disiapkan. Pada slide pertama, berisi mengenai paradigma konsep perencanaan yang terdiri dari teosentris, positivisme, utopianisme, rasionalisme, dan fenomenologi. Setiap poin dari paradigme tersebut dijelaskan secara umum. Pada poin pertama, yaitu teosentris merupakan paradigma yang bersifat spiritual, metafisik, dan ketuhanan. Poin kedua, positivisme yang memiliki standar, kerangka, dan produk secara detil dengan norma yang mengikat. Poin ketiga, utopianisme yang berdasarkan impian untuk mencapai ideal dan bersifat tidak kaku. Poin keempat, rasionalisme, merupakan konsep yang logis yang memiliki tahapan yang runtut. Poin terakhir, fenomenologi yag berdasarkan fenomena yang unik.
Teori perencanan juga digolongkan menjadi tiga, yaitu theory for, theory of, dan theory in. Theory for artinya bahwa teori dapat langsung diterapkan ke objek fisik. Theory of artinya ada prosedur dan sistem. Theory in artinya substansi teori membutuhkan pengetahuan lain di luar ilmu perencanaan. Selain penggolongan tersebut, teori perencanaan juga dapat dilihat dari tradisinya yang terdiri dari empat, yaitu perencanaan sebagai pembentukan sosial, perencanaan sebagai analisis kebiajkan, perencanaan sebagai pembelajaran sosial, dan perencanaan sebagai mobilisasi sosial. Perencanaan juga dibedakan berdasarkan sistem yang berlaku, seperti sistem politik, pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kepemilikan lahan.
Memadatkan mata kuliah semester dua setelah UTS dalam satu pertemuan tentunya cukup sulit. Ilmu ini bukan hanya untuk ditinjau ulang saja, tetapi harus dipahami karena seluruh mata kuliah akan berkaitan satu dengan yang lain. Aku masih terus mencoba memahami apa yang disampaikan oleh Pak Roni. Pak Roni menyelesaikan paparan kuliah hari terakhir ini dengan menutup aplikasi power point . Tak lupa Pak Roni pun menyalin file presestasi tadi dan menempelkannya ke desktop agar dapat disalin oleh mahasiswa. Setelah itu, Pak Roni pun menutup perkuliahan dan keluar dari ruang kelas.
Aku selalu berpikir, ini tuh seharusnya jadi ilmu yang mudah karena hanya tinggal diingat saja, tetapi kenapa sulit sekali masuk pada otakku. Ya sudahlah, sepertinya aku mengeluh terus. Keluh kesah ini malah yang membentengi diri sendiri sehingga sulit berkembang. Teruskan saja lah, aku sudah kepalang jauh berada di program studi ini. Sudah hampir satu tahun. Dua minggu lagi UAS. Setelah itu aku harus mempersiapkan diri menjadi panitia ospek fakultas. Aku akan menjadi kakak tingkat. Sekali lagi, aku sudah cukup jauh aku berada di program studi ini. Harus aku teruskan. Bahkan niatan aku untuk mengikuti SNMPTN lagi pun harus aku gagalkan mengingat usia. Pertanyaan yang selalu kuulang dalam pikiran. Buat apa? Mau mengulang lagi? Usia sudah cukup tua. Mau kerja di umur berapa? Pastinya kejadian kebimbangan akan terjadi kembali.
***
Tak terasa, aku sudah sampai di Jakarta. Aku pun turun di pemberhentan terakhir, yaitu Cikini. Tepat di seberang Taman Ismail Marzuki. Aku memeriksa barang-barang sekitarku, termasuk memasukan binder ke dalam tas, memastikan tidak ada barang yang tertinggal dalam shuttle bus. Keluar dari shuttle bus, aku mengeluarkan ponsel dan membuka aplikasi ojek online. Aku langsung memilih tujuanku yang secara otomatis sudah ada di baris pertama kolom pencarian. Kost Melaniasa Salemba, langsung aku klik dan munculah pengemudi yang akan menjemputku. Sekitar lima menit aku menunggu, akhirnya seorang bapak usia 40 tahunan yang menggunakan jaket hijau memanggilku.
"Mas Aska".
Aku langsung menuju ke arahnya, mengenakan helm berwarna hijau juga, dan naik sepeda motornya. Aku pun meninggalkan shuttle bus yang aku gunakan tadi, menyusuri Jalan Cikini terus hingga akhirnya aku sampai di kost-ku. Akupun langsung merebahkan badanku di atas kasur.
Next - Semester 3: >>
Thank you for sharing useful information with us. please keep sharing like this. And if you are searching a unique and Top University in India, Colleges discovery platform, which connects students or working professionals with Universities/colleges, at the same time offering information about colleges, courses, entrance exam details, admission notifications, scholarships, and all related topics. Please visit below links:
BalasHapusTop Architecture Institutes and Colleges in Noida
Top Architecture Institutes and Colleges in Gurgaon
Top Architecture Institutes and Colleges in Delhi
Top Architecture Institutes and Colleges in Sonepat
Top Architecture Institutes and Colleges in Bangal