Setelah melewati beberapa kali puncak kasus Covid-19 sejak awal tahun 2020 hingga saat ini, aku selalu berharap kena Covid. Alasannya karena aku sedang berada di tahap lelah dengan kondisi kantor, dramanya, ketidakjelasan karir, dan utamanya isu pindah ibu kota negara. Alhamdulillah, Allah masih memberikan aku kesehatan jasmani dan kekuatan mental buat aku dalam menghadapi ini semua. Sayangnya, benteng pertahananku ini runtuh di minggu kedua September 2022. Semakin tertekan dengan keadaan kantor yang semakin menyebalkan, berkecamuklah pikiran dalam diriku, antara harus sabar tapi aku tidak tahan, antara ingin resign tapi sadar sulit memperoleh pekerjaan baru di usia 30. Pilihan sabar tetap aku pegang sambil memohon peruntungan lain pada Allah. Aku juga tak lupa minta restu orang tua, hingga akhirnya orang tuaku mengizinkan aku mencari pekerjaan baru. Aku pun realistis, tidak akan resign hingga aku mendapat kepastian pekerjaan baru.
Pada hari Kamis, 8 September 2022, saat bangun tidur, tenggorokanku terasa ada yang mengganjal. Sepertinya ada lendir dan aku yakin aku akan batuk. Namun, pagi itu aku tidak batuk sama sekali. Sesekali tenggorokan terasa gatal, namun tidak batuk. Kepalaku terasa pusing, namun aku masih bisa beraktivitas. Sesampainya di kantor, aku berencana akan membeli obat batuk dan obat sakit kepala. Sesampainya di kantor, aku langsung membeli sarapan dan obat. Setelah itu langsung meminumnya. Memang tidak menjadikan aku lebih baik, tapi setidaknya tersugesti telah minum obat.
Sebelum makan siang, aku merasakan sakit kepala yang lebih dari biasa. Dari bagian depan (rongga mata, jidat), kemudian melingkar ke bagian pelipis, hingga kepala bagian belakang. Rasanya sakit dan berdenyut, hanya saja denyutannya perlahan. Aku yang sedang duduk di kursi kerja mulai goyah. Tubuhku tidak tahan menahan kepala saat duduk. Akhirnya aku menggelar sejadah di ruangan kosong dan berbaring. Berbaring lumayan meringankan rasa sakit kepala tersebut dan juga beban di pinggang pun berkurang dan terasa lebih nyaman. Aku mencoba tidur, namun tidak bisa karena kepalaku masih berdenyut. Badan terasa dingin, aku mulai menggigil kecil. Setelah makan siang yang dibelikan oleh seniorku, tidak menjadikanku lebih baik. Aku berusaha untuk tidur kembali.
Jam 14.30, aku bangun dari tidur karena tubuhku sakit karena tidur di lantai. Aku meminum obat kembali. Hingga beberapa menit kemudian rasa sakit kepala dan menggigil berkurang, punggungku mulai berkeringat banyak. Aku merasa lebih baik sore itu. Setidaknya saat pulang kantor nanti aku bisa fokus mengendarai motor dan akupun sudah ada janji dengan teman untuk menonton film Miracle in Cell No. 7 di bioskop.
Hari Jumat, 9 September 2022, aku merasa lebih baik tapi suaraku serak dan bindeng. Aku menjalani aktivitas di kantor seperti biasa. Aku pun menjadi lebih semangat karena sepulang kantor aku akan langsung ke Stasiun Pasar Senen untuk pulang ke Bandung. Selama di kantor dan perjalanan ke Bandung aku hanya merasa menggigil saja, tidak lebih dari itu. Aku pikir aku hanya demam biasa saja. Sesampainya di Bandung, aku langsung makan, mandi, dan tidur.
Hari Sabtu, 10 September 2022, aku terbangun karena kesulitan bernafas, tenggorokanku terasa kering, dan nafasku panas. Aku coba untuk mengeluarkan sesuatu yang menyumbat hidung, ternyata ingusku banyak sekali dan berwarna hijau. Tidak hanya itu akupun mulai batuk-batuk. Aku yakin sekali ini bukan Covid karena ada dahaknya. Pada Sabtu dan Minggu, aku tidak melakukan aktivitas apapun, aku hanya berbaring di kasur karena aku merasa badanku juga sangat lelah. Beberapa kali aku tertidur. Kebetulan seharian itu, Bandung diguyur hujan tanpa henti. Sangat nikmat untuk tidur dan berselimut di kasur.
Hari Minggu, 11 September 2022, aku harus kembali ke Jakarta. Aku naik kereta dari Stasiun Cimahi jam 22.03. Selama perjalanan aku hanya merasa menggigil biasa saja. Tidak parah. Sesampainya di Jakarta, aku langsung bersih-bersih dan langsung tidur karena besoknya aku harus ke kantor.
Hari Senin, 12 September 2022, aku beraktivitas di kantor seperti biasa. Aku masih batuk dan pilek. Salah satu bestie aku, Mbak Aisyah, sudah menyarankan aku untuk swab antigen. Tapi aku menolak karena aku yakin ini bukan Covid karena batuknya berdahak. Aku masih minum obat warung seperti biasa. Setelah makan siang, aku sempat tertidur di meja karena rasa kantuk yang sangat berat. Sampai tidak sadar pimpinanku sudah pulang. Kebetulan beliau selalu pulang sebelum jam 3 sore. Hari itu, akupun pulang tepat waktu, di jam 4 sore. Sesampainya di rumah, aku cuma bisa beristirahat karena aku merasa perutku mulai kembung, masuk angin, dan agak sedikit melilit seperti diare. Malamnya aku langsung tidur.
Hari Selasa, 13 September 2022, aku berangkat kantor seperti biasa. Hari itu, aku berangkat agak terlambat tidak seperti biasa karena perutku merasa tidak enak. Sesampainya di kantor, aku beraktivitas seperti biasa. Keadaanku masih sama seperti sebelumnya, batuk dan pilek. Mbak Aisyah masih terus menyuruhku untuk swab antigen. Akhirnya, aku putuskan untuk tes antigen di poliklinik kantor. Karena polikliniknya berada beda gedung dengan tempat kerjaku, jam 12 siang aku berjalan kaki dari Lapangan Banteng Utara ke Lapangan Banteng Timur. Siang itu, sebenarnya suhu Jakarta siang itu sangat panas dan terik, namun aku merasa dingin. Aku tidak berpikir apapun sih tentang Covid, meskipun sedikit berharap hasilnya positif.
Sesampainya di poliklinik, ternyata tutup karena sedang jam istirahat. Karena malas kembali lagi ke tempat kerja, akhirnya aku ke unit kerja temanku di Lantai 4. Kami mengobrol hingga jam 1 siang dan menuju poliklinik bersama-sama. Temanku pun ikut swab antigen. Dia tes duluan dan duluan pula kembali ke tempat kerjanya. Kemudian aku dites dan menunggu hasilnya. Sepuluh menit kemudian, dokter bilang bahwa hasilnya positif, namun tipis. Aku tidak paham yang dimaksud tipis itu seperti apa. Untuk lebih yakin, dokter menyarankan untuk tes sekali lagi. Aku pun dites sekali lagi, setelah menunggu lagi, hasilnya tetap positif. Jujur, aku senang. Dokter menyiapkan obat dan vitamin, serta surat rujukan untuk WFH maksimal dua minggu. Aku diperbolehkan untuk keluar rumah untuk membeli makan, asal tetap menjaga protokol kesehatan dan makan di rumah. Setelah itu, aku langsung mengumumkan ke unit kerja dan aku langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, aku langsung makan dan minum obat, setelahnya aku tidur karena kepalaku pusing.
Hari Rabu, 14 September 2022. Ini adalah hari pertamaku WFH. Aku masih merasakan batuk, pilek, dan perut melilit. Aku bisa beraktivitas seperti biasa, namun memang gampang lelah dan ingin rebahan. Aku juga berterima kasih pada teman-teman yang mendukung dan mendoakan aku, bahkan ada yang sampai mau mengirimkan sesuatu. Sesungguhnya aku senang sekali. Allah masih sayang sama aku juga. Aku disuruh istirahat untuk memperbaiki fisik, mental, dan rohani. Semoga ini bisa menjadi pelajaran buat kehidupanku selanjutnya.