Kamis, 29 September 2022

Rail-front City

 


Lagi bongkar-bongkar isi hard drive, tiba-tiba menemukan sebuah paper yang pernah dibuat tahun 2013, saat masih kuliah. Untuk nambah-nambah postingan, aku share isi paper ini.

PENDAHULUAN

Penggunaan moda transportasi kereta api sudah lama digunakan di negara-negara maju seperti di Eropa. Kereta api memang memberikan keuntungan berupa murahnya biaya transpor dan jumlah barang yang diangkut dapat banyak. Di Indonesia sendiri, penggunaan kereta api dimulai pada tahun 1860-an di masa kependudukan Belanda. Untuk mempermudah pengangkutan hasil bumi Indonesia, Belanda membangun infrastruktur perkereta-apian di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Bukan hanya untuk pengangkutan barang saja, kereta api juga digunakan untuk mobilisasi manusia agar mudah dan semakin cepat. Di sisi lain keberadaan infrastruktur perkereta-apian menjadi masalah pada perkotaan. Jalur kereta api yang seharusnya memiliki ruang pengawasan jalur kereta api banyak beralih fungsi menjadi kawasan-kawasan permukiman kumuh yang digunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

Jalur Kereta Api Sebagai Halaman Belakang Perkotaan

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan no. KM 52 tahun 2000 pasal 1 ayat 3 dan 7, jalur kereta api merupakan ruang yang terdiri atas ruang manfaat jalan kereta api, ruang milik jalan kereta api, dan ruang pengawasan jalan kereta api, termasuk bagian bawah dan ruang bebas di atasnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. Ruang pengawasan jalan kereta api atau sempadan jalur kereta api merupakan suatu ruang yang dikosongkan dan membatasi antara jalur kereta api dengan ruang lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jarak aman karena laju kereta api perlu didahulukan.

Lebar Garis Sempadan Rel Kereta Api

Tabel di atas menjelaskan lebar sempadan jalur kereta api yang tepat sesuai dengan aturan yang telah dibuat. Lebar sempadan itu pasti ada di setiap jalur kereta api yang melewati daerah rural, tapi belum tentu pada jalur kereta api yang melewati perkotaan.

Jalur kereta api yang melintasi perkotaan biasanya berada di tengah kota. Meskipun berada di di tengah kota, banyak kota-kota di Indonesia yang menjadikan jalur kereta api sebagai halaman belakang perkotaan. Hal tersebut membuat jalur kereta api luput dari pengawasan petugas kereta api maupun pemerintah. Sehingga banyak lahan yang seharusnya menjadi sempadan kereta api kini berubah fungsi menjadi lahan yang terbangun.

Bangunan-bangunan permanen yang berbatasan dengan jalur kereta api biasanya dibuat membelakangi atau tidak menghadap jalur kereta. Hal tersebut menjadi penghalang untuk mengawasi sepanjang jalur kereta api. Hal itulah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Luputnya dari pengawasan membuat sempadan kereta api digunakan untuk dijadikan sebuah hunian, hunian kumuh yang terdiri dari bangunan-bangunan non-permanen maupun semi permanen.

Kereta api juga merupakan salah satu akses masuk terhadap suatu kota. Untuk kota yang menjadikan jalur kereta api sebagai halaman belakang, imej memasuki kota tersebut sangat tidak terasa. Pemandangan yang terlihat dari dalam kereta hanya rumah-rumah kumuh. Hal tersebut memang memberikan pemandangan lain dari suatu kota. Kota yang di bagian pusatnya megah dan memiliki infrastruktur yang bagus, tapi di sepanjang jalur kereta api masih terdapat kawasan-kawasan permukiman yang tidak tertata dan sangat memprihatinkan keadaannya.

Kawasan Permukiman di Sekitar Jalur Kereta Api

Pemanfaatan yang dilakukan biasanya adalah membangun permukiman kumuh di sepanjang jalur kereta api. Lokasinya yang tidak terawasi maka permukiman kumuh dapat tumbuh secara organik. Kumuh karena biasanya masyarakat yang tinggal di sana membangun rumahnya sesuai dengan kemampuannya yang rata-rata kelas menengah ke bawah. Belum lagi banyaknya pendatang baru yang menetap di sana namun tidak mempunyai kemampuan untuk membangun rumah, maka ruang-ruang kosong seperti sempadan kereta api menjadi pilihan favorit untuk membangun rumah.

Potret Permukiman Kumuh di Sepanjang Jalur Kereta Api

Permukiman kumuh memang bukan masalah baru bagi perkotaan di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Pesona perkotaan yang menarik perhatian masyarakat luar kota untuk datang dan mencari pekerjaan sangat besar. Namun, kedatangan masyarakat luar datang ke perkotaan banyak sekali yang tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang cukup sehingga tidak sedikit masyarakat yang terlantar dan terpaksa menetap di perkotaan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Permukiman yang terdiri atas masyarakat-masyarakat yang tidak mampu bertahan hidup di kota secara layak dan memanfaatkan segala sesuatu yang ada dengan segala keterbatasan. Masyarakat-masyarakat ini mencari lahan-lahan kota yang menurut mereka dapat digunakan sebagai tempat bertahan hidup meskipun lahan-lahan tersebut tidak layak atau tidak diperuntukkan untuk permukiman.

Dilihat dari kaca mata kelayakkan, tentu kondisi tersebut sangat tidak layak karena masyarakat tersebut tidak dapat mengakses prasarana dan sarana yang seharusnya dapat dinikmati warga suatu kota. Namun dengan segala keterbatasan yang ada, kehidupan sosial antarwarga cukuplah baik. Kumpulan masyarakat yang bernasib sama menumbuhkan rasa kebersamaan untuk berkerjasama dan bergotong-royong membangun fasilitas yang dibutuhkan untuk mereka sendiri. Seperti bersama-sama membangun akses ke kampung mereka dengan membuat jalan kecil dan juga jembatan. Adanya prasarana jalan tersebut memberikan kemudahan lain seperti akses terhadap air dan listrik walaupun sumbernya bersifat ilegal. 

Keberadaan permukiman kumuh yang umumnya masyarakat kelas menengah ke bawah dikhawatirkan terjadinya tindakan kriminal seperti pencurian komponen-komponen jalur kereta api. Sudah banyak kasus kehilangan komponen rel kereta api. Bukan tidak mungkin, untuk mencari sesuap nasi masyarakat tersebut mencuri baut rel, bantalan rel, pagar rel, atau kawat dan menjualnya di pasar loak. Tentu perlu ada pengawasan yang ketat di sekitar kawasan jalur kereta api.

Bertambahnya waktu maka akan semakin terasa kesesakkan di permukiman tersebut. Bertambahnya jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan luas lahan akan memberikan efek perluasan kampung tersebut. Perluasan tersebut dapat ke arah samping mengikuti jalur kereta api atau mendekati jalur kereta api. Perluasan yang mendekati jalur kereta api yang paling tidak diharapkan, selain mengganggu arus perkereta-apian juga sangat berbahaya. Anak-anak juga tidak mendapatkan haknya dengan baik. Banyak anak-anak yang bermain di area jalur kereta api. Hal ini tentu sangat membahayakan karena kereta api melintas tanpa ada pemberhentian sebelumnya.

Potret Anak-anak yang Bermain di Jalur Kereta Api

PEMBAHASAN

Pembangunan yang berkelanjutan merupakan suatu konsep yang diupayakan dapat diterapkan di kota-kota seluruh dunia. Konsep ini mengupayakan agar masyarakat dan lingkungan saling bersinergis dan membuat kehidupan yang baik. Bukan hanya untuk saat ini, tetapi untuk masa depan.

Keberadaan kawasan permukiman di sepanjang jalur kereta api harus menjadi perhatian pemerintah. Masyarakat memiliki hak menikmati fasilitas kota dan mendapatkan kehidupan yang layak. Penataan dan peremajaan kawasan menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan juga perlu dukungan dari masyarakat lainnya untuk menjadikan kota yang nyaman, baik untuk saat ini maupun untuk masa depan.

Peremajaan Kawasan Permukiman yang Berkelanjutan

Kawasan permukiman kumuh di Indonesia sangatlah banyak terutama di kota-kota besar. Menurut Anthony Sihombing, 20% luas Jakarta, 20% luas Bandung, dan 25% luas Surabaya merupakan permukiman kumuh. Hal tersebut merupakan dampak urbanisasi di kota-kota besar tersebut. Diperkirakan luasan tersebut akan meningkat, pengingat kota-kota tersebut merupakan megapolitan yang sangat terkait dengan wilayah di sekitarnya. Kawasan kumuh di perkotaan terutama di sepanjang jalur kereta api perlu diperbaiki agar kualitas hidup masyarakat di sana meningkat. Untuk ditu perlu dilakukan peremajaan kawasan permukiman yang berkelanjutan.

Peremajaan kawasan permukiman adalah kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan harkat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dilakukan melalui penataan dan perbaikan kualitas yang lebih menyeluruh terhadap kawasan hunian yang sangat kumuh (Dirjen Cipta Karya). Cipta Karya sudah mengatur tahap-tahap untuk melakukan peremajaan kawasan permukiman agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, yaitu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Dalam peremajaan kawasan permukiman kumuh perlu didasari prinsip-prinsip dasar. Prinsip-prinsip dasar tersebut yaitu komperhensif, bertumpu pada masyarakat, asas keterjangkauan, berkelanjutan, membangun tanpa menggusur, efesiensi dalam redistribusi lahan, dan kemitraan. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu pola pembangunan yang bertujuan untuk mencukupi/ memeuhi kebutuhan generasi penduduk masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk mencukupi/ memenuhi kebutuhannya (WCED, 1987). Pola pembangunan tersebut mengandung enpat dimensi utama yang harus diikuti, yaitu intra generasi, inter generasi, intra wilayah, dan inter wilayah (Mitlin and Satterhwaite, 1996; Yunus, 2004). Prinsip berkelanjutan dalam peremajaan kawasan diharapkan dapat menyelesaikan masalah saat ini dan diupayakan tidak akan terjadi masalah yang sama atau masalah baru di masa depan.

Permukiman kumuh memang perlu diremajakan agar kualitas hidup masyarakat penghuninya dapat meningkat. Permukiman kumuh yang ada di sepanjang jalur kereta api berada di atas lahan milik PT Kereta Api Indonesia dengan kata lain permukiman tersebut berada di atas lahan yang tidak legal. 
Perlu diketahui bahwa permukiman yang berada di dekat jalur kereta api sangat berisiko pada kesehatan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mustar Rusli pada tahun 2008 bahwa kebisingan dan getaran akibat kereta api dapat menyebabkan menurunnya kesehatan manusia seperti ketulian sementara, kesulitan tidur, maag, gangguan emosi, stress, sakit jantung, dan gangguan tekanan darah. Jarak aman dari kebisingan dan getaran kereta api adalah 12 meter. Jarak aman tersebut dianggap tidak mengganggu aktivitas manusia.

Rail-front City

Istilah Rail-front city memang jarang didengar sebelumnya. Ini adalah istilah yang dibuat oleh penulis mengacu pada riverfront city yang berorientasi pada aliran sungai sedangkan ini berorientasi pada jalur kereta api. Mengapa rail-front city? Konsep ini berupaya mengubah jalur kereta api yang semula adalah halaman belakang perkotaan, jarang terjamah, jarang terlihat, dan luput dari pengawasan pemerintah kota, kini diubah menjadi halaman depan perkotaan. Setiap orang dapat melihat, memanfaatkan, dan terawasi oleh pemerintah. Sehingga dengan konsep ini diyakini tidak akan tumbuh lagi permukiman kumuh yang dihuni oleh masyarakat kelas menengah ke bawah yang tidak mempunyai kemampuan untuk membeli rumah.

Konsep rail-front city memang sangat cocok untuk kota yang baru saja terbentuk untuk mencegah tumbuhnya permukiman kumuh. Namun tidak menolak kemungkinan untuk diterapkan di kota-kota yang sudah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Permukiman kumuh yang berada di sepanjang jalur kereta api berada di lahan yang tidak legal, berdasarkan Dirjen Cipta Karya dalam Pedoman Pelaksanaan Peremajaan Kawasan Permukiman Kota bahwa penanganan yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  • Ressetlement/ pemindahan permukiman pada kawasan lain. Hal ini tentu memerlukan penanganan yang lebih karena dapat menimbulkan permasalah lain seperti dalam sosial kultural masyarakat, dan perlu adanya revitalisasi pada kawasan baru sehingga dapat memberikan nilai ekonomi untuk pemerintah kabupaten/ perkotaan.
  • Konsolidasi lahan dilakukan untuk re-fungsionalisasi kawasan yang digunakan. Sebagian lahan digunakan sebagai hunian namun dengan sistem rumah sewa dan sebagian lagi direlokasi dengan hunian yang sudah disediakan.
  • Program-program tersebut diprioritaskan untuk permukiman kumuh yang menempati tanah-tanah negara dengan mengubah atau review pada RUTR.
Pusat kota adalah pusat dari aktivitas dan pelayanan sebuah kota. Jangkauan pelayanannya lebih luas dari batas kota itu sendiri. Didominasi oleh bangunan komersial. Pentaan kawasan ini dengan mengorientasikan pada jalur kereta api. Bangunan-bangunan menghadap pada jalur kereta api. Bukan berarti bangunan berimpitan langsung dengan jalur kereta api, melainkan diberi jarak oleh jalan. Jalan dapat berupa jalan arteri primer, arteri sekunder, ataupun kolektor primer.

Penataan seperti ini memang menyalahi aturan tentang lebar sempadan jalur kereta api. Namun, dengan adanya jalan sebagai pemberi jarak antara bangunan dan jalur kereta api masalah atau pengaruh buruk yang akan terjadi dapat dihambat. Dengan adanya jalan di samping kereta api, pengawasan terhadap jalur kereta api semakin mudah. Pendirian bangunan liar di sepanjang jalur kereta api pun dapat terhindarkan. Jalan juga memberikan jarak terhadap bangunan dan aktivitasnya, maka pengaruh kebisingan dan getaran terhadap manusia sangat kecil.

Rail-front pada Pusat Kota

Keberadaan street furniture juga perlu diperhatikan, seperti adanya pedestrian dan jembatan penyebrangan, agar terdapat akses antar-dua kawasan yang terpisah oleh jalur kereta api. Jalan kolektor sekunder biasanya terdapat campuran bangunan komersial dan rumah. Karena terdapat rumah-rumah, maka perlu ada jarak yang lebih dari 12 meter agar kenyamanan masyarakat yang berada di rumah dapat terjaga.

Rail-front pada Jalan Kolektor dan Sukender

Untuk memberikan jarak yang lebih, maka perlu diberikan ruang terbuka hijau di sepanjang jalur kereta api. Selain memberikan jarak, adanya ruang terbuka hijau juga memberikan poin positif untuk lingkungan. Pertumbuhan kota yang pesat dan kurang terkendali terkadang membuat jarak terhadap bangunan dengan jalur kereta api dilanggar dan diabaikan. Untuk bangunan non-rumah seperti komersial, pabrik, kantor, dan lain sebagainya pengaruh terhadap manusia memang kecil karena tidak lebih 10 jam orang beraktivitas. Berbeda dengan rumah yang merupakan tempat istirahat. Untuk rumah jarak terhadap jalur kereta api memang harus diperhatikan.

Rail-front pada Kawasan Permukiman

Pada kawasan permukiman kota, jarak antara jalur kereta api dengan permukiman dapat ditambah dengan adanya ruang terbuka hijau di sepanjang jalur kereta. Ruang terbuka hijau ini dapat dimanfaatkan warga sekitar untuk pemenuhan kebutuhannya, seperti rekreasi.
Rail-front city memberikan manfaat dalam hal penataan kawasan untuk membangun infrastruktur untuk memberikan pelayanan. Imej kota pun akan semakin kuat bila dilihat dari sisi yang lain dan pengawasan terhada jalur kereta api pun semakin mudah.

Tidak menampik bahwa rail-front city juga memberikan kendala seperti adanya batas antara sisi yang dipisahkan oleh jalur kereta api. Kemudahan akses antar-sisi perlu dibuat agar tidak adanya ketimpangan dan tentunya mempermudah aktivitas manusia yang akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

PENUTUP

Jalur kereta api yang jadikan bagian belakang dari suatu kota selalu luput dari pengawasan dan dijadikan permukiman kumuh oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Untuk menjadikan kawasan yang berkelanjutan, rail-front city perlu diterpakan pada kota-kota di Indonesia yang perkembangannya cukup pesat. Konsep ini menjadikan jalur kereta sebagai halaman depan suatu kota, sehingga penataan dan pembangunan infrastruktur dapat dibuat karena terlihat dan terawasi oleh pemerintah. Keberadaan permukiman kumuh di sepanjang kereta api ditata agar kualitas hidup masyarakat meningkat dan bisa hidup dengan layak.

DAFTAR PUSTAKA

_____. Forum Pemangku Kepentingan untuk Pengembangan Perkotaan yang Berkelanjutan
Avisena, Novi. 2011. Analisis Data Seismik Di Padukuhan Nyamplu Akibat Kereta Api Lewat. Jurnal Neutrino vol. 3 no. 2.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Dirjen  Cipta Karya.
Rusli, Mustar. 2009. Pengaruh Kebisingan dan Getaran Terhadap Tekanan Darah Masyarakat yang Tinggal di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan XIV Kelurahan Tegalsari Kecamatan Medan Denai. USU : Medan.













Selasa, 27 September 2022

Realisasi APBD yang Bikin Overthinking



Beberapa bulan terakhir ini, aku cukup intens mengikuti pembahasan mengenai realisasi APBD. Kata Bapak Presiden di pertengahan tahun 2021, rata-rata realisasi APBD ini masih sangat rendah. Maka dari itu, Bapak Presiden memerintah beberapa jajarannya untuk mengawal pemerintah daerah dalam rangka mempercepat realisasi belanja APBD. Tentunya dalam mengawal pemerintah daerah, kita perlu mengetahui permasalahan yang terjadi di daerah. Mengapa mereka bisa terlambat dalam merealisasikan APBD-nya tersebut?

Aku bersama tim melakukan pertemuan kepada 18 pemerintah daerah yang terdiri dari provinsi, kabupaten, dan kota. 18 pemerintah daerah tersebut dipilih berdasarkan tingkat realisasinya APBD hingga pertengahan tahun 2022 kemarin. Ada yang tinggi, sedang, dan rendah. Hasil kunjungan tersebut tentunya menjadi bahan analisis dan kajian sebagai bahan rekomendasi kebijakan dalam mempercepat realisasi APBD.

Pemerintah pusat sendiri selalu menekankan ke pemerintah daerah untuk terus mempercepat realisasinya. Tapi terlambatnya realisasi tentunya selalu terulang setiap tahun. Dari delapan belas pemerintah daerah yang kami temui, permasalahan keterlambatan realisasi APBD sama. Pertama mereka mengakui bahwa perencanaan kegiatannya buruk, alhasil membuat keterlambatan dalam pengesahan APBD. Otomatis jika pengesahan APBD-nya terlambat, tentunya eksekusinya pun akan mengalami keterlambatan. Kedua, sumber pendapatan pemerintah daerah yang utama adalah dari dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Otomatis, jika transfernya terlambat artinya mereka tidak punya uang untuk belanja. Cepat atau tidaknya dana transfer bukan hanya ditentukan oleh pemerintah daerah dalam menyusun dokumen persyaratan untuk pengajuan dana transfer, tapi ditentukan pula oleh aturan yang dibuat pemerintah pusat tentang petunjuk bagaimana menyusun pengajuan dana transfer tersebut. Ketiga adalah terkait penatausahaan keuangan daerah. Tentunya dalam melakukan belanja, semuanya tercatat secara sistem melalui sebuah aplikasi. Terbitnya Permendagri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) mengharuskan seluruh pemerintah daerah menggunakan aplikasi SIPD dalam pengelolaan keuangan daerah. banyak pemerintah daerah yang mengeluhkan aplikasi tersebut. Ketidaksiapan dan terlalu dipaksakannya aplikasi tersebut untuk digunakan oleh 545 pemerintah daerah, membuat keterlambatan dalam melakukan belanja sehingga realisasinya menjadi rendah. Selain ketiga hal tersebut, tentunya masih ada beberapa permasalahan lainnya yang cukup menghambat, khususnya terkait sumber daya manusia di pemerintah daerah yang terbatas baik secara kualitatif maupun kuantitaif, keterlambatan tender, keterlambatan pembayaran pihak ketiga, dan lain sebagainya.

Namun sejujur-jujurnya, ada pertanyaan menggelitik yang selalu terngiang-ngiang dalam otak aku, APAKAH REALISASI BELANJA DALAM SATU TAHUN SECARA SERIES TIAP BULAN ATAU KUARTALAN PUNYA STANDAR? Aku sudah membaca beberapa jurnal, tidak ada satupun yang menyatakan mengenai standar realisasi APBD. Pemerintah pusat selalu mengesankan bahwa realisasi terbaik yang terus meningkat secara linier. Pemerintah daerah selalu dianggap buruk jika di awal tahun realisasinya rendah dan di akhir tahun tiba-tiba meningkat secara tajam. Akibat dari kesan tersebut, aku sampai sekarang tidak berani menanyakan terkait apakah terdapat standar realisasi atau tidak, hahahaha. Oh ya, dari beberapa jurnal yang aku baca, baik tidaknya pemerintah daerah dalam merealisasikan APBD-nya itu dihitung dalam satu tahun. Perkembangan realisasi dilihat series secara tahunan. Selain itu, terdapat beberapa metode untuk mengukur kinerja pemerintah daerah, seperti kemandirian daerah dan desentralisasi fiskal.




Oke, untuk masalah keterlambatan penyusunan APBD, perencanaan kegiatan, petunjuk teknis pengajuan dana perimbangan, aplikasi atau sistem pengelolaan keuangan daerah yang belum siap, dan sumber daya pengelola keuangan daerah yang kurang baik itu perlu diperbaiki. Namun, mengapa realisasi secara bulanan atau kuartalan dalam satu tahun ini menjadi concern banget? Seberapa urgent pola realisasi yang seperti itu. Apa salahnya jika pemerintah daerah yang telah melalukan perencanaan yang baik dan benar, namun memiliki pola realisasi yang melonjak di akhir tahun. Aku rasa itu tidak masalah sama sekali. Daripada sibuk ngurusin realisasi yang rendah di tengah tahun seperti ini, mending lihat bagaimana realisasi kegiatan yang telah direncanakan pemerintah daerah dan dampaknya terhadap masyarakat.

Aku masih heran juga kenapa tolak ukur kinerja pemerintah kita itu berdasarkan uang, uang, dan uang. Jika pendapatan, oke lah, jelas banget karena pemerintah juga memerlukan uang untuk melaksanakan beragam aktivitasnya, maka target pendapatan menjadi tolak ukur kinerja. Tapi kalau belanja, sebenarnya tidak masalah tidak melakukan belanja tapi output kesejahteraan tercapai. Sebagai contoh adalah perumusan kebijakan. Perumusan kebijakan bisa dilakukan melalui media Zoom Meeting yang biayanya tidak terlalu besar dibandingkan melakukan pertemuan di hotel menghabiskan biaya yang cukup besar.

Contoh lainnya adalah perbaikan jalan. Sebagai masyarakat tentunya kita tidak asing dengan perbaikan jalan yang sering kali dilakukan pada akhir tahun. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa itu adalah proyek yang dipaksakan. Mungkin benar mungkin juga tidak. Menurutku, proyek pembangunan atau perbaikan barang bukan kegiatan yang bisa direncanakan semalam suntuk. Pasti sudah ada perencanaan di tahun sebelumnya. Namun, pelaksananya saja yang mungkin mundur karena berbagai hal yang seperti disebutkan sebelumnya.

Satu hal yang cukup menggelitik adalah ketika seringkali disebut bahwa APBD merupakan pendongkrak perekonomian daerah. Dengan realisasi belanja yang stabil setiap bulannya atau setiap triwulannya, maka pertumbuhan ekonomi di daerah pun bisa stabil peningkatannya, menurut salah satu pejabat. Seperti yang kita ketahui bahwa memang benar bahwa belanja daerah merupakan komponen dari perekonomian daerah. Namun, kita tahu juga bahwa presentasinya sangat rendah jika dibandingkan dengan konsumsi masyarakat. Kalaupun dipaksa untuk menjadi pendorong, itu hanya bualan saja, karena pada dasarnya pendapatan daerah saja sudah rendah, apalagi saat belanja dihemat-hemat. Jadi ada inkonsistensi antara sebutan pendongkrak dengan realisasi yang dibelanjakan. Kalau ditelurusuri lebih detail memang ada pengaruhnya, tapi pengaruhnya sangat kecil.

Jadi inti dari semua ini apa? Hahaha. Mungkin permasalahan terbesarnya ada di aparatur pemerintahnya. Harus ada konsistensi dalam pembangunan dan penggunaan anggaran. Mungkin saja karena banyak kepentingan, baik politik atau kepentingan pribadi jadi penggunaan anggaran seringkali dipaksakan, dipergunakan untuk hal yang tidak penting, yang penting terealisasikan, walau outputnya mungkin tidak jelas. Ini bisa jadi pekerjaan rumah bagi kita semua juga untuk terus mengawal APBD.


Rabu, 21 September 2022

Cuap-cuap tentang Elektrifikasi alias Konversi ke Serba Listrik



Seringkali kita dengar bahwa pemerintah terus mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang menggunakan energi listrik. Dorongan tersebut memang baru terasa pada kendaraan dinas bagi pemerintah saja. Tapi secara perlahan, masyarakat juga didorong untuk membeli kendaraan listrik. Hal ini sejalan dengan pengurangan subsidi BBM yang menyebabkan harga BBM naik. Aku merasa banyak hal yang janggal karena tujuan mendorong penggunaan listrik sendiri tidak jelas. Apabila tujuannya untuk perbaikan lingkungan hidup dan mengurangi efek gas rumah kaca, seharusnya diawali dengan perbaikan infrastruktur terlebih dahulu. Menurutku, penyumbang gas rumah kaca terbesar dari mobilitas masyarakat yang banyak menggunakan kendaraan pribadi, ya seharusnya transportasi publik diperbaiki, hingga penggunaan kendaraan pribadi dapat dikurangi. Hal yang paling sulit adalah ketika masyarakat harus mengkonversi kendaraannya dengan biaya sendiri. Kendaraan listrik sendiri bisa dibilang masih mahal, mengingat komponen baterai yang harus memenuhi aspek kecukupan layaknya kendaraan dengan BBM. Infrastruktur pengisian daya juga masih sangat minim. Bahkan untuk mengisi daya di rumah saja, perlu upgrade komponen listrik rumah tangga. Hal ini tentunya malah menjadikan beban bagi masyarakat.


Hal yang membuat kontradiktif adalah kebijakan insentif Pajak Penjualan Barang Mewah yang ditanggung pemerintah. Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan penjualan kendaraan mewah yang sudah diproduksi namun penjualannya menurun akibat pandemi Covid-19. Insentif ini membuat harga barang mewah menjadi lebih murah. Barang mewah yang dimaksud termasuk juga kendaraan bermotor. Barang mewah ini memang dijual kepada masyarakat yang berpenghasilan tinggi. Tujuannya adalah untuk memperbaiki perekonomian di sektor industri otomotif. Namun, jika dikaitkan dengan elektrifikasi kendaraan yang digaungkan, sangat bertolak belakang karena kendaraan mewah yang dijual masih berbahan bakar BBM. Insentif tersebut masih berlaku hingga saat ini. Menurutku ini lucu juga semangat elektrifikasi dan cinta lingkungan tidak hadir di sini. Ya meskipun, jika penjualan kendaraan berbasis BBM dihentikan, maka perusahaan akan mengalami kerugian juga. Ini bisa menjadi bom waktu juga bagi masyarakat karena suatu saat kendaraan berbasis BBM tidak akan dapat digunakan kembali dan memaksa masyarakat untuk memiliki kendaraan bertenaga listrik.


Elektrifikasi ini muncul karena PLN mengalami oversupply listrik. PLN mengalami kerugian yang sangat besar karena listrik yang diproduksi tidak terpakai. Kata temanku yang pernah bekerja di perusahaan pembangkit listrik, listrik itu kalau tidak terpakai ya akan lenyap begitu saja. Artinya, banyak sekali listrik yang lenyap begitu saja tidak termanfaatkan oleh masyarakat. Oversupply itu hanya terjadi di Jawa - Bali saja. Selain kendaraan listrik, penggunaan kompor listrik juga merupakan upaya memaksa untuk mengatasi oversupply tersebut. Masyarakat berpenghasilan rendah akan mulai dibagikan kompor listrik sebagai pengganti kompor gas. Gas LPG 3 kilogram sendiri masih mendapat subsidi dari pemerintah yang membebani APBN. Padahal kita tahu sendiri, masyarakat berpenghasilan rendah biasanya merupakan pengguna listrik dengan daya 450 watt sedangkan kompor listrik sendiri umumnya memerlukan daya 1.000 watt. Pemerintah maupun PLN terus meyakinkan bahwa tidak perlu peningkatan daya dan tidak ada peningkatan tarif, serta meyakinkan bahwa kompor listrik jauh lebih hemat dibandingkan kompor gas.


Aku sempat bertanya-tanya, konversi ini tujuannya apa? Untuk mengurangi kerugian PLN, mengurangi beban APBN, atau lingkungan hidup? Selalu ada kata-kata membebani APBN dan memperbaiki lingkungan di setiap pemberitaan di media. Menurutku yang tanpa perhitungan, apabila oversupply, ya kurangilah harga tarif listrik untuk rumah tangga. Agar masyarakat di Jawa - Bali bisa lebih boros dalam menggunakan listrik. Alhasil oversupply bisa ditangani. Konversi kendaraan bermotor dan kompor bukan ide yang buruk, tapi terkesan dipaksakan. Menurutku, perlu ada kesiapan yang lebih matang sebelum melakukan konversi dua barang tersebut khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Terutama untuk peralatan listrik, jaringan listrik perlu diperbaiki. Kita selalu mendengar masalah korsleting listrik di rumah padat penduduk yang memang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah juga harus mulai tegas menghentikan produk berbasis BBM dan mendorong produsen untuk memproduksi barang-barang elektronik.


Satu hal lagi mengenai lingkungan hidup. Benar sekali jika listrik itu lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan BBM atau LPG. Tapi sayangnya, sumber energi listrik di Indonesia utamanya bersumber dari batu bara. Otomatis, sama saja menghasilkan gas buang yang merupakan gas rumah kaca. Memang perlu perubahan dari bahan energi pembuat listriknya dahulu. kadang miris juga ketika Jawa - Bali mengalami kelebihan listrik sedangkan wilayah lain di Indonesia masih banyak yang belum dapat menikmati listrik, bahkan sering mengalami pemadaman bergilir. Banyak sekali pekerjaan rumah yang perlu dilakukan oleh negeri ini.

Senin, 19 September 2022

Sambo, Harga BBM, dan Kemunculan Bjorka



Gemes sekali sih melihat berita akhir-akhir ini. Seperti diatur kemunculannya beriringan. Entah ini konspirasi atau bukan, tapi seakan-akan, kasus demi kasus diatur untuk menutupi kasus sebelumnya. Netizen yang kita tidak tahu latar belakang pendidikannya pun, mulai berpikir macam-macam. Ya termasuk diriku yang cukup merasa janggal atas beragam kejadian yang ada di bumi pertiwi ini.


Kemunculan kaus Polisi Tembak Polisi  di pertengahan tahun 2022 ini sungguh mencengangkan publik. Pasalnya, kematian seorang Brigadir yang ditembak mati atas perintah atasannya dengan alasan pelecehan terhadap istri sang atasan dinilai tidak masuk akal. Kematian yang janggal, luka penyebab kematian yang janggal, hingga alasan yang cukup janggal membuat seseorang harus kehilangan nyawa. Hingga saat ini kasus tersebut masih dalam pembahasan dan belum menemukan titik temu. Berbagai teori konspirasi mulai bermunculan. Hingga akhirnya...


September 2022, pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM untuk jenis Solar, Pertalite, dan Pertamax. Di tengah kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat akibat pandemi Covid-19, pemerintah dengan cepatnya menaikkan harga BBM dengan dalih mengikuti harga minyak dunia dan beban subsidi BBM yang sangat besar sehingga membebani APBN. Tentulah sebagian besar masyarakat kecewa akan keputusan tersebut. Mengingat BBM merupakan kebutuhan pokok yang dapat memengaruhi harga kebutuhan pokok lainnya. Hal ini karena terkait distribusinya. Selain itu, mobilitas masyarakat pun terganggu karena naiknya tarif angkutan umum yang berbasis BBM. Transportasi massal publik yang murah dan bisa menjadi alternatif masyarakat dalam mobilisasi digarap kurang serius karena diserahkan ke pemerintah daerah dengan berbagai keterbatasan biaya. Gelombang massa yang berdemo terus terjadi di ibu kota maupun di daerah. Sisi lain yang membuat aku tercengang, ketika Menteri Keuangan mengeluarkan statement di Instagram pribadinya bahwa kenaikan harga BBM itu memberikan kesulitan ekonomi bagi masyarakat. Tanggapanku hanya : nah itu ibu tau, kenapa tidak memperjuangkan untuk tetap memberikan subsidi masyarakat? kenapa IKN terus dipaksa dibangun walau dengan APBN. Menurutku pembangunan IKN itu enggak urgent. Mending memperbaiki Jakarta supaya menjadi layak. Dibanding merusak hutan yang mungkin akan menjadi Jakarta berikutnya. Nanti bakal pindah kemana lagi kalo IKN di Kalimantan sudah rusak?


Walaupun kenaikan harga BBM ini sangat menyita perhatian masyarakat, tapi untungnya banyak media baik yang terus mengawal kasus polisi tersebut. Tentunya masyarakat juga sangat mendukung keadilan atas kematian Brigadir J. Apakah berita kenaikan harga BBM ini bertujuan supaya publik melupakan kasus Polisi Tembak Polisi? Bisa jadi.

Ditengah keriuhan dua kasus tersebut, munculah sesosok hacker yang menjebol data pengguna SIM untuk ponsel dari database-nya Kementerian Kominfo. Ya, Bjorka. Kemunculannya sangat mengangkan publik juga, dia menjual data pengguna SIM dan data pelanggan Indihome di situs forum jual beli khusus hacker. Kemudian dia juga membongkar data pribadi beberapa tokoh penting seperti Menteri Kominfo, Gubernur DKI Jakarta, dan Menko Marvest. Tidak hanya itu, dia juga membuka dalang pembunuhan atas kasus Munir. Sayangnya, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa Bjorka ini adalah sosok pahlawan. Pemikiran ini aku anggap sangat bodoh jika itu bersumber dari masyarakat. Pasalnya masyarakat jelata juga jadi korban. Bagaimana kalau jadi korban pinjaman online? Mampu bayar? Kalau tokoh penting yang jadi korban pinjaman online masih bisa diusut. Sedangkan rakyat jelata? Jadi berhentilah memandang Bjorka sebagai pahlawan. Tapi kita berhak menuntut pada pemerintah yang tidak mampu melindungi data pribadi.


Kemunculan Bjorka yang berurutan ini seakan benar-benar disengaja. Setelah menonton beberapa ulusan dari Youtuber tentang Bjorka, aku semakin yakin bahwa Bjorka ini hanya tokoh yang dibuat agar masyarakat bisa ter-distract atas kasus-kasus yang terjadi belakangan ini? Apakah benar? Lalu tiba-tiba ada pemuda yang ditangkap karena dianggap Bjorka atau orang yang bekerjasama dengan Bjorka, satu di Madiun, satu di Cirebon. Sangat mudah sekali menangkap pelaku tersebut. Sang hacker sebelum menjadi menjual atau membeberkan suatu hal pastinya dia mampu melindungi dirinya sendir agar tidak tertangkap. Atau mengacak-acak sistem pelacakan simpelnya, masa dengan mudahnya ditangkap. Percaya gak sih pemuda tersebut hanya menjadi tumbal?


Semakin hari, rakyat jelata seperti kita hanya dibuat bingung oleh beragam kejadian ini. Terlalu banyak kebohongan dan manipulasi. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang memegang kendali negara ini semakin berkurang. Padahal merekalah yang bertugas melindungi rakyat dan bekerja untuk kesejahteraan masyarakat. 

Rabu, 14 September 2022

For The First Time: Kena Covid-19



Setelah melewati beberapa kali puncak kasus Covid-19 sejak awal tahun 2020 hingga saat ini, aku selalu berharap kena Covid. Alasannya karena aku sedang berada di tahap lelah dengan kondisi kantor, dramanya, ketidakjelasan karir, dan utamanya isu pindah ibu kota negara. Alhamdulillah, Allah masih memberikan aku kesehatan jasmani dan kekuatan mental buat aku dalam menghadapi ini semua. Sayangnya, benteng pertahananku ini runtuh di minggu kedua September 2022. Semakin tertekan dengan keadaan kantor yang semakin menyebalkan, berkecamuklah pikiran dalam diriku, antara harus sabar tapi aku tidak tahan, antara ingin resign tapi sadar sulit memperoleh pekerjaan baru di usia 30. Pilihan sabar tetap aku pegang sambil memohon peruntungan lain pada Allah. Aku juga tak lupa minta restu orang tua, hingga akhirnya orang tuaku mengizinkan aku mencari pekerjaan baru. Aku pun realistis, tidak akan resign hingga aku mendapat kepastian pekerjaan baru.

Pada hari Kamis, 8 September 2022, saat bangun tidur, tenggorokanku terasa ada yang mengganjal. Sepertinya ada lendir dan aku yakin aku akan batuk. Namun, pagi itu aku tidak batuk sama sekali. Sesekali tenggorokan terasa gatal, namun tidak batuk. Kepalaku terasa pusing, namun aku masih bisa beraktivitas. Sesampainya di kantor, aku berencana akan membeli obat batuk dan obat sakit kepala. Sesampainya di kantor, aku langsung membeli sarapan dan obat. Setelah itu langsung meminumnya. Memang tidak menjadikan aku lebih baik, tapi setidaknya tersugesti telah minum obat.

Sebelum makan siang, aku merasakan sakit kepala yang lebih dari biasa. Dari bagian depan (rongga mata, jidat), kemudian melingkar ke bagian pelipis, hingga kepala bagian belakang. Rasanya sakit dan berdenyut, hanya saja denyutannya perlahan. Aku yang sedang duduk di kursi kerja mulai goyah. Tubuhku tidak tahan menahan kepala saat duduk. Akhirnya aku menggelar sejadah di ruangan kosong dan berbaring. Berbaring lumayan meringankan rasa sakit kepala tersebut dan juga beban di pinggang pun berkurang dan terasa lebih nyaman. Aku mencoba tidur, namun tidak bisa karena kepalaku masih berdenyut. Badan terasa dingin, aku mulai menggigil kecil. Setelah makan siang yang dibelikan oleh seniorku, tidak menjadikanku lebih baik. Aku berusaha untuk tidur kembali.

Jam 14.30, aku bangun dari tidur karena tubuhku sakit karena tidur di lantai. Aku meminum obat kembali. Hingga beberapa menit kemudian rasa sakit kepala dan menggigil berkurang, punggungku mulai berkeringat banyak. Aku merasa lebih baik sore itu. Setidaknya saat pulang kantor nanti aku bisa fokus mengendarai motor dan akupun sudah ada janji dengan teman untuk menonton film Miracle in Cell No. 7 di bioskop.

Hari Jumat, 9 September 2022, aku merasa lebih baik tapi suaraku serak dan bindeng. Aku menjalani aktivitas di kantor seperti biasa. Aku pun menjadi lebih semangat karena sepulang kantor aku akan langsung ke Stasiun Pasar Senen untuk pulang ke Bandung. Selama di kantor dan perjalanan ke Bandung aku hanya merasa menggigil saja, tidak lebih dari itu. Aku pikir aku hanya demam biasa saja. Sesampainya di Bandung, aku langsung makan, mandi, dan tidur.

Hari Sabtu, 10 September 2022, aku terbangun karena kesulitan bernafas, tenggorokanku terasa kering, dan nafasku panas. Aku coba untuk mengeluarkan sesuatu yang menyumbat hidung, ternyata ingusku banyak sekali dan berwarna hijau. Tidak hanya itu akupun mulai batuk-batuk. Aku yakin sekali ini bukan Covid karena ada dahaknya. Pada Sabtu dan Minggu, aku tidak melakukan aktivitas apapun, aku hanya berbaring di kasur karena aku merasa badanku juga sangat lelah. Beberapa kali aku tertidur. Kebetulan seharian itu, Bandung diguyur hujan tanpa henti. Sangat nikmat untuk tidur dan berselimut di kasur.

Hari Minggu, 11 September 2022, aku harus kembali ke Jakarta. Aku naik kereta dari Stasiun Cimahi jam 22.03. Selama perjalanan aku hanya merasa menggigil biasa saja. Tidak parah. Sesampainya di Jakarta, aku langsung bersih-bersih dan langsung tidur karena besoknya aku harus ke kantor.

Hari Senin, 12 September 2022, aku beraktivitas di kantor seperti biasa. Aku masih batuk dan pilek. Salah satu bestie aku, Mbak Aisyah, sudah menyarankan aku untuk swab antigen. Tapi aku menolak karena aku yakin ini bukan Covid karena batuknya berdahak. Aku masih minum obat warung seperti biasa. Setelah makan siang, aku sempat tertidur di meja karena rasa kantuk yang sangat berat. Sampai tidak sadar pimpinanku sudah pulang. Kebetulan beliau selalu pulang sebelum jam 3 sore. Hari itu, akupun pulang tepat waktu, di jam 4 sore. Sesampainya di rumah, aku cuma bisa beristirahat karena aku merasa perutku mulai kembung, masuk angin, dan agak sedikit melilit seperti diare. Malamnya aku langsung tidur.

Hari Selasa, 13 September 2022, aku berangkat kantor seperti biasa. Hari itu, aku berangkat agak terlambat tidak seperti biasa karena perutku merasa tidak enak. Sesampainya di kantor, aku beraktivitas seperti biasa. Keadaanku masih sama seperti sebelumnya, batuk dan pilek. Mbak Aisyah masih terus menyuruhku untuk swab antigen. Akhirnya, aku putuskan untuk tes antigen di poliklinik kantor. Karena polikliniknya berada beda gedung dengan tempat kerjaku, jam 12 siang aku berjalan kaki dari Lapangan Banteng Utara ke Lapangan Banteng Timur. Siang itu, sebenarnya suhu Jakarta siang itu sangat panas dan terik, namun aku merasa dingin. Aku tidak berpikir apapun sih tentang Covid, meskipun sedikit berharap hasilnya positif.

Sesampainya di poliklinik, ternyata tutup karena sedang jam istirahat. Karena malas kembali lagi ke tempat kerja, akhirnya aku ke unit kerja temanku di Lantai 4. Kami mengobrol hingga jam 1 siang dan menuju poliklinik bersama-sama. Temanku pun ikut swab antigen. Dia tes duluan dan duluan pula kembali ke tempat kerjanya. Kemudian aku dites dan menunggu hasilnya. Sepuluh menit kemudian, dokter bilang bahwa hasilnya positif, namun tipis. Aku tidak paham yang dimaksud tipis itu seperti apa. Untuk lebih yakin, dokter menyarankan untuk tes sekali lagi. Aku pun dites sekali lagi, setelah menunggu lagi, hasilnya tetap positif. Jujur, aku senang. Dokter menyiapkan obat dan vitamin, serta surat rujukan untuk WFH maksimal dua minggu. Aku diperbolehkan untuk keluar rumah untuk membeli makan, asal tetap menjaga protokol kesehatan dan makan di rumah. Setelah itu, aku langsung mengumumkan ke unit kerja dan aku langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, aku langsung makan dan minum obat, setelahnya aku tidur karena kepalaku pusing.

Hari Rabu, 14 September 2022. Ini adalah hari pertamaku WFH. Aku masih merasakan batuk, pilek, dan perut melilit. Aku bisa beraktivitas seperti biasa, namun memang gampang lelah dan ingin rebahan. Aku juga berterima kasih pada teman-teman yang mendukung dan mendoakan aku, bahkan ada yang sampai mau mengirimkan sesuatu. Sesungguhnya aku senang sekali. Allah masih sayang sama aku juga. Aku disuruh istirahat untuk memperbaiki fisik, mental, dan rohani. Semoga ini bisa menjadi pelajaran buat kehidupanku selanjutnya.

Jumat, 09 September 2022

Jadi Medioker Itu Tidak Masalah

 

Serius deh, menjadi medioker itu enggak masalah kok. Aku baru tersadar setelah sekian lama menjadi orang yang biasa-biasa aja, ternyata menginginkan pencapaian seperti yang orang lain dapat itu percuma. Aku menyadari setiap orang mempunyai kemampuannya masing-masing. Aku mengetahui setiap orang mempunyai garis tangan yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta. Aku yakin setiap usaha dan perjuangan itu akan membuahkan hasil. Namun, hasil itu bisa berhasil ataupun gagal. Bukan karena besar atau kurangnya usaha kita, tapi yakinlah bahwa itu sudah jalan yang terbaik yang diberikan Tuhan.

Menjadi medioker bukan berarti pasrah. Tentu kalo kita punya impian dan cita-cita perlu diupayakan untuk digapai. Tapi jika gagal, ya sudah, bukan jalan yang terbaik. Berlarut dalam kesedihan pun percuma. Mending usaha lagi atau usaha untuk mendapatkan yang lain. Menjadi medioker tidak sepenuhnya buruk kok. Sebenarnya itu membuat kita tidak banyak pikiran. Hanya saja pikiran yang paling besar menghantui kita adalah pencapaian orang lain. Melihat orang berprestasi, iri. Melihat orang mendapatkan sesuatu yang sebenarnya kita inginkan, iri. Melihat orang hidupnya mulus, iri. Melihat orang rezekinya lancar, iri. Rasa iri tersebut sebenarnya enggak akan bikin kita dapat hal-hal yang orang lain dapat. Jikalau iri tersebut menjadi pecut bagi kita untuk mendapatkan sesuatu tersebut, ya itu enggak masalah juga. Tapi ya kita juga harus siap untuk enggak dapat juga. Karena jalan antara aku, kamu, dan orang lain itu berbeda-beda.

Salah satu yang patut kita lakukan adalah bersyukur. Sebagai seorang medioker, aku hanya bisa bersyukur dengan segala apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Aku memang enggak dapat hal-hal yang aku inginkan seperti orang-orang yang ada di sekitarku. Tapi setidaknya aku masih bisa hidup dengan baik-baik saja hingga saat ini. Masih banyak orang-orang yang hidupnya jauh lebih susah dari aku. Tapi mereka pun banyak yang bersyukur atas kehidupan mereka. Masa aku yang hidupnya biasa aja enggak bersyukur?

Memang sangat sulit di zaman yang serba sosial media seperti saat ini. Setiap ada orang yang posting pasti ada rasa baper. Itu wajar, asal jangan baper berlebihan. Kalau mereka bisa posting, ya kita juga bisa posting. Posting apapun. Ya asal jangan ada niat sombong aja. Memposting pencapaian boleh lah sekali-kali tapi jangan ada niat untuk diperhatikan orang lain. Eh lagian, sebagai seorang medioker, pencapaian apa yang mau diposting? Hahahaha.

Oktober - Keputusan Ajaib Di Luar Idealisme

Oktober ini bisa dibilang masa di mana aku banyak mengambil keputusan. Tentunya keputusan untuk masa depanku yang semoga bisa menjadi lebih ...