Senin, 16 September 2024

Kekhawatiran Komunikasi

Sehubungan aku lagi membaca buku tentang Intercultural Communication, jadi terpikir untuk membahas sedikit tentang komunikasi. Lebih tepatnya proses pembelajaran komunikasi yang terjadi dalam diri aku. Aku pikir ini menjadi penting baik bagi proses pengembangan diri maupun pengembangan pada anak-anak yang akan kita miliki.

Ketika mencoba melakukan asesmen terkait kekhawatiran dalam komunikasi, hampir semua jawabannya adalah sangat khawatir. Artinya, aku mengalami kekhawatiran yang sangat tinggi ketika harus bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain. Rasa khawatir itu lebih ke takut apa yang aku inginkan dalam komunikasi itu tidak tercapai.

Misalnya, aku gugup ketika akan bertemu dengan atasan. Sebelum bertemu sering kali aku berlatih dulu apa yang akan aku sampaikan. Bahkan jika rasa takutku sangat tinggi, aku memilih untuk tidak bertemu atasan. Padahal tujuan aku ingin bertemu atasan untuk meminta izin cuti. Rasa takut ini tidak terjadi pada semua atasan, hanya atasan tertentu yang menurutku memiliki mood swing.

Contoh lainnya adalah ketika bertemu dengan orang yang tidak dikenal. Semisal aku tersesat aku lebih percaya google dibandingkan bertanya. Ada ketakutan berbicara ngalor ngidul dan ditanya hal-hal personal yang tidak aku ingin jawab. Kadang pula aku merasa dicurigai oleh orang lain ketika aku mau bertanya sesuatu.

Satu contoh lagi adalah ketika aku harus menjelaskan hal yang tidak aku pahami dengan baik. Rasa takutku pada orang yang bertanya detil dan aku tidak dapat menjawabnya. Rasa takut dianggap bodoh pun sangat besar. Sehingga aku cukup menghindari komunikasi semacam itu.

Tapi dibalik itu semua. Aku ingin bisa berbicara dan menjelaskansesuatu pada orang banyak. Hanya saja untuk berkomunikasi dengan orang yang belum dikenal atau yang tidak selevel butuh persiapan yang lebih matang.

Dalam bukunya Neuliep yang berjudul Intercultural Communication A Contextual Approach, mengatakan ada empat tipe kekhawatiran komunikasi, yaitu:

  1. Kebiasan atau sifat seseorang. Pada dasarnya orang itu memang punya sifat yang tertutup selama bertahun-tahun. Inilah yang menyebabkan orang ini khawatir jika akan melakukan komunikasi dengan orang lain.
  2. Kekhawatiran karena konteks tertentu. Jika ada tema atau pembahasan tertentu orang ini akan menjadi panik dalam berkomunikasi.
  3. Kekhawatiran karena audiensnya.
  4. Kekahwatiran yang tergantung situasi, ini gabungan antaran kekhawatiran konteks dan audiens.
Dari keempat tipe tersebut, aku tergolong keempatnya. Jika melihat ke belakang, aku cenderung orang yang tertutup dan membatasi diri dalam berkomunikasi. Padahal aku ingin sekali bisa menjadi orang yang ekstrover. Hanya ada satu hal yang mengganjal dalam diri, yaitu nama.

Sebentar, kalau bahas ini aku harus inhale and exhale dulu.

Yes, aku memiliki nama yang umumnya diberikan kepada seorang anak perempuan. Di masa kecil khususnya sekolah dasar, benteng antara laki-laki dan perempuan itu sangat tinggi. Jadi apabila ada suatu gender memakan atribut gender lainnya, itu akan menjadi bulan-bulanan anak sekolah. Yes, it's happen to me. Ketika seorang anak laki-laki menggunakan nama anak perempuan, ditambah acara televisi saat itu mendukung bahwa namaku itu seharusnya digunakan oleh seorang perempuan. P{ada waktu itu, orang tuaku tak bisa membantu apa-apa termasuk menguatkan anak laki-lakinya. Hal ini membuat muncul ketidakpercayaan diri yang amat besar khususnya setiap harus memperkenalkan diri dan menyebutkan nama.

Semakin dewasa tentu rasa kekhawatiran itu semakin berkurang. Namun, tentu mengingat masa-masa sebelumnya yang mana aku diejek, kemudian ada rasa sesal akibat hal itu membuat banyak impianku menjadi orang yang bisa berkarya menjadi terpendam. Hal tersebut membuat rasa percaya diri saat dewasa tetap tidak maksimal. Takut salah itu sering terjadi, jadinya merembet dan menyentuk tipe kekhawatiran nomor 2 hingga 4.

Aku tahu sekali, semua ini bisa diubah pelan-pelan. Namun butuh proses, karena benar kata psikolog yang pernah aku temui, semua ini karena pola asuh yang bisa menjadi trauma tersendiri bagi individu sepertiku. Memang aku bisa bertahan dari gempuran orang-orang yang selalu bilang, "kamu bisa div, itu mudah". Yes, i know i can change and be well-communicate. Tapi semua itu butuh proses dan tidak seperti kalian yang bisa dengan mudah mendapatkan apa yang kalian inginkan.

Sedikit menyentil orang tua yang memberikan nama asal pada anaknya. Aku tahu kalian sungguh kreatif, tapi tolong, berilah nama yang baik untuk anak. Jangan aneh-aneh. Berpikirlah ke depan, apakah dengan nama seperti itu, anak akan mendapat tekanan dari teman-temannya atau tidak. Hal ini harus dipikirkan untuk masa depan si anak.

Aku tidak menyalahkan orang tuaku memberikan nama padaku. Aku memakluminya karena keterbatasan informasi pada saat itu. Aku mencoba lebih percaya diri dengan menggunakan nama itu, tapi memang terkadang bekas luka sering terasa ketika ada yang mempertanyakan, "Kenapa namanya Diva?", "Aku pikir Diva itu perempuan".

Rabu, 11 September 2024

Suka Duka Nge-gym

Hai sobat.

Kali ini aku mau cerita tentang suka duka menjadi member sebuah gym. Setelah 3 tahun nge-gym sepertinya aku belum menceritakan pengalamanku ini. Pernah satu kali cerita tentang pengalaman konsumsi susu protein di sini: Coba-coba Susu Protein. Tulisan ini akan menjadi pelengkap seri tentang pengalaman kebugaran.

Ketertarikan nge-gym itu sebenarnya sudah lama aku ingin, salah satu kendala terbesar adalah tidak ada teman. Bagi orang yang kurus kerontang, masuk ke tempat gym itu rasanya seperti di-judge oleh orang-orang yang badannya sudah ideal. Belum lagi stigma negatif tentang pria-pria di pusat kebugaran sangat kencang di telinga. Hal tersebut membuat keinginanku untuk berolahraga indoor menjadi goyah. Ditambah lagi sebelum bekerja, tentu belum ada uang untuk mendaftar member gym. Memang dulu sekali, sekitar tahun 2013 atau 2014, aku pernah menjadi member gym bersama 5 orang temanku. Waktu itu harganya cukup ramah di kantong mahasiswa, ya tapi hanya bertahan 1 bulan karena tidak ada yang melanjutkan membershipnya.

Akhirnya setelah sekian lama, dipertengahan 2021, di usia yang akan memasuki 29, aku merasa olah raga itu cukup penting. Pasca pandemi Covid-19, pinggang, leher, dan hampir seluruh bagian tubuh rasanya kaku dan sering sekali pegal-pegal. Kebetulan ada juga teman yang mau join gym juga. Jadi kami bisa menggunakan paket berdua dengan harga yang lebih murah untuk membership selama 1 tahun. Sayangnya, belum sempat join, temanku itu tidak jadi membayar membershipnya, akhirnya aku tetap melanjutkan nge-gym sendiri. Tentunya dengan bantuan Personal Trainer karena aku buta sekali mengenai dunia gym. Meskipun aku merasa sangat terlambat, apalagi jika melihat anak-anak usia 20 tahunan, badannya sudah bagus-bagus. 

Tidak ada body goals, aku hanya ingin lebih fit. Tapi ya tentu punya badan bagus juga bonus yang ingin aku dapat, ya setidaknya ada buktinya lah ya. Memang aku bukan orang yang suka memposting foto selfie untuk memperlihatkan progress selama aku nge-gym. Tapi memang, secara fisik dari Juni - Desember 2021, tidak ada perubahan yang berarti. Hal ini dikarenakan sempat berhenti latihan akibat diberlakukan kembali PPKM. Mulai Januari - September 2022, aku melakukan latihan mandiri sesuai ilmu yang diberikan oleh PT-ku.

Hasil nge-gym selama satu tahun sudah pasti badan lebih fit, segar, dan kuat tapi secara fisik tidak ada perubahan sama sekali. Padahal, aku mengkonsumsi susu protein juga sampai mengalami masa jerawatan yang cukup parah. Dan satu hal yang bikin aku kesal banget adalah ketika ada yang bilang: "Lu udah nge-gym setahun kok ga ada perubahan? Lu kenapa jerawatan parah gitu?". Pertanyaan tamparan yang sungguh menyakitkan ulu hati dan sanubari, sampai aku mengalami mental down dan malas buat nge-gym lagi karena merasa useless. Ditambah lagi, di tempat gym lama itu, aku juga sudah mulai mengalami ketidakbetahan karena loker ruang ganti yang ada kecoak kecil-kecilnya dan mantan PT-ku meminjam uang tanpa mengembalikannya sampai hari ini. Fix aku off nge-gym.

Seminggu sebelum membership-ku habis, aku terkena Covid dan harus isolasi mandiri di rumah. gejala-gejala kurang fit, badan kaku, dan pegal-pegal terjadi lagi. Sepertinya aku harus kembali berolahraga. Ini juga momen yang tepat aku pindah tempat gym. Di September 2022, aku resmi jadi member tempat gym baru yang lebih dekat dengan rumah, meskipun peralatannya sedikit dan clubnya kecil, aku enjoy nge-gym di sana. banyak variasi gerakan yang bisa aku lakukan berbekal ilmu PT-ku dulu. Meskipun kadang suka iri melihat member-member sana yang badannya sudah pada jadi. Tapi tetap aku percaya diri karena ini bukan pertama kalinya aku nge-gym, sebelumnya sudah 1 tahun kan?

Selama perjalan nge-gym itu, aku menyadari bahwa setiap individu punya sistem tubuh yang berbeda-beda. Bagaimana dalam kecepatan metabolisme, pembentukan otot, endurance, dan lain sebagainya. Dan aku sebagai salah satu orang yang lambat itu semua. Konsumsi susu protein secara teratur, ditambah dengan tribulus dan creatine tidak membuat otot lebih cepat berkembang, tidak membuat strenght dan endurance lebih cepat meningkat. Hal yang meningkat hanya hopeless, hingga akhirnya aku mencoba beralih ke kelas cardio karena semakin sering latihan beban, hanya membuat aku tambah stress ditambah dengan melihat orang lain yang progress-nya sangat-sangat cepat.

Seiring dengan berjalannya waktu, aku mulai tertarik dengan kelas. Mulai dari Kpop Dance, Core, Zumba, Muaythai, Bodycombat, Yoga, Pilates, Strong Nation, Poundfit, dan Bodypump. Aku mulai nyaman di kelas karena aku cuma mengikuti arahan instruktur saja, tanpa peduli melihat orang lain. Berbeda dengan latihan alat, yang setiap kali latihan serasa di-judge member lain. Seiring berjalannya waktu mengikuti kelas, benefit yang aku dapatkan adalah lebih meningkatnya stamina dan yang pasti punya banyak teman. Aku tidak sepenuhnya meninggalkan latihan beban, aku terus berusaha mengimbanginya meskipun lebih banyak cardionya. Tapi dengan pola latihan seperti ini aku lebih nyaman. Memang rasa insecure masih ada karena just a little progress yang aku rasakan tapi aku enjoy.

Beberapa hal yang aku pelajari setelah hampir 3 tahun rutin berolahraga, antara lain:

  1. Olahraga itu investasi masa depan. Semakin bertambahnya usia, tentu tubuh kita akan terus mengamai penuruman kualitas. Dengan berolahraga, penyakit-penyakut yang biasanya terasa di usia senja bahkan ada yang mengalaminya di usia produktif bisa terhindar. Tentunya enggak cuma dengan berolahraga saja, tetapi harus diimbangi dengan makan-makanan yang sehat serta pikiran yang positif.
  2. Setiap orang punya tubuh yang berbeda-beda. Aku menyadari masa kecilku yang penuh keterbatasan membuat asupan nutrisiku tidak sempurna. Hal inilah yang membuat perkembangan tubuhku juga cenderung lambat, termasuk dalam proses pembentukan otot. Aku masih berupaya menghilangkan pikiran negatif setiap melihat orang-orang yang sudah jadi. Percayalah bahwa orang-orang tersebut juga punya proses, aku pun begitu meskipun mungkin lebih lama dari mereka.
  3. Teman, ya itu benefit yang tidak masuk dalam goals tapi aku dapatkan. Teman-teman yang suportif, mau berjuang bersama. Apapun tujuan mereka saat jadi member, tidak membuat kami terpecah. Memang namanya pertemanan pasti ada yang aneh, tapi untuknya secara umum teman-teman yang bertahan sampai sekarang cukup baik.
Saat ini, aku mulai mengubah jadwal latihanku. Hal ini dikarenakan kepadatan aktivitas. Aku tidak tahu apakah pola latihan seperti ini benar atau tidak karena atas ke-hopeless-an selama ini, aku jadi tidak punya target apapun dalam berolahraga. Senin-Jumat aku latihan beban setelah pulang kantor sekitar 60 menit. Kamis dan Jumat setelah latihan beban aku ikut kelas Bodycombat. Sabtu off. Minggu kelas Bodypump dan Core. Sebelumnya, setiap malam aku ikut Bodycombat, namun untuk sekarang tergantung kekosongan jadwal aktivitasku. Semoga aku tetap sehat dan selalu positive thinking. Hahaha.

Salam sehat.

Senin, 02 September 2024

Rekomendasi Parfum Murah, Tahan Lama, dan Wanginya Enak Banget


Soal parfum aku ga terlalu neko-neko yang penting wanginya pas. Manly tapi enggak terlalu mencolok dan norak juga baunya. Wanginya bikin nyaman di setiap hidup, termasuk harganya aman di dompet. Hehe. 

Berikut beberapa rekomendasi parfum yang sering aku beli karena wanginya emang nyaman banget. Harga tentu masih terjangkau dan pastinya awet juga asal pakainya masih masuk akal ya.

1. Miniso - Garden of Mirror

Garden of Mirror ini punya dua varian, yaitu Noir dan Bleu. Keduanya aku suka banget, wanginya manly, enggak terlalu tajam, enggak alay, dan enggak sweet. Varian Noir unsur manly-nya lebih unggul sedangkan varian Bleu lebih segar dan fresh.

2. Miniso - Tea Series EDP

Tea Series ini tergolong parfum wanita, tapi menurutku lebih ke unisex sih, soalnya wangi sweetnya low banget. Lebih banyak wangi segarnya. Tea Series ini punya 2 varian, yaitu Green Tea dan White Tea. Dua-duanya seger banget. Enggak ada salahnya cowok pakai ini.

3. Miniso - Mystic EDT

Alternatif lain kalo enggak dapet EDP, bisa pake EDT ini. Series Mystic ini punya dua varian, yaitu Mountain Night dan Ocean Breeze. Dua-duanya enak banget, tapi bedanya kalau yang Mountain Night lebih kalem sedangkan Ocean Breeze lebih seger dan ceria.

4. Olere

Nah kalau yanng sekarang lagi aku pake adalah Olere. Olere ini punya banyak varian, tapi yang paling enak menurutku itu yang varian Eden dan City Sway. 

Mungkin parfum emang preferensi, tergantung maisng-masing orang sukanya bagaimana. Bagiku yang menyukai wangi yang manly tapi tidak terlalu tajam dan tidak terlalu sweet, pilihan-pilihan di atas bisa jadi rekomendasi kamu yang lagi mencari parfum.

Kekhawatiran Komunikasi

Sehubungan aku lagi membaca buku tentang Intercultural Communication , jadi terpikir untuk membahas sedikit tentang komunikasi. Lebih tepatn...